Prasyarat perjalanan dalam negeri mulai dilonggarkan. Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 11 Tahun 2022, dan SE Kementerian Perhubungan Nomor 21 Tahun 2022 menyebut bagi yang sudah divaksinasi dosis kedua dan ketiga (booster) tidak wajib melakukan tes antigen, maupun PCR sebagai syarat perjalanan.
Aturan tersebut berlaku bagi semua pelaku perjalanan dalam negeri baik yang menggunakan transportasi udara, laut, maupun darat. Kebijakan inipun diiringi sejumlah protokol kesehatan guna meminimalkan penyebaran Covid-19 selama perjalanan.
Epidemiolog UGM, dr. Riris Andono Ahmad, MD, MPH, Ph.D., menyatakan aturan tersebut tentu tidak untuk semua. Aturan tersebut hanya untuk mereka yang sudah vaksin lengkap hingga booster sehingga dianggap sudah memiliki kekebalan.
“Mereka yang vaksin hingga booster untuk risiko tertular kan sudah turun. Jadi antigen dan pcr itu kan tujuannya mengurangi risiko meski harus diakui tidak bisa menghilangkan risiko sama sekali,” ungkapnya di FKKMK UGM, Selasa (15/3).
Meski ada Surat Edaran semacam itu, kata Riris, mereka yang belum vaksin lengkap hingga booster tetap bisa melakukan perjalanan. Hanya saja mereka tetap dikenakan prasyarat melakukan tes antigen atau pcr sebelum melakukan perjalanan.
Sekali lagi, ia tandaskan, bahwa pertimbangan kebijakan penggunaan tes antigen dan pcr untuk menurunkan risiko kemungkinan yang terjadi di koridor penularan transportasi. Karena virus atau kemungkinan infeksi masih bisa terus terjadi dimana-mana dan tidak bisa dihilangkan sama sekali.
“Negatif antigen dan pcr tidak menjamin tidak ada infeksinya. Orang-orang yang tertular di perjalanan kan tidak hanya di atas kendaraan, kebanyakan kemungkinan justru di terminalnya atau bandara dan lain-lain,” ucapnya.
Riris mengakui meski sudah vaksin lengkap hingga booster dan memiliki kekebalan serta risiko tertular yang menurun tidak 100 persen menjamin terlindungi dari infeksi. Disebutnya tidak ada yang aman 100 persen di muka bumi, dan karenanya bagaimana upaya kita bisa menurunkan risiko seminim mungkin sehingga kemudian masalah penularan bisa dikendalikan.
“Semuanya selalu kembali kepada masing-masing, memang yang punya risiko setiap individu bukan hanya pemerintah, karenanya kalau tidak mau tertular ya kita harus mengelola kemungkinan risiko. Tapi kalau kita tertular kita akan menjadi risiko bagi orang-orang di sekitar,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : BeritaSatu.Com