Kanker serviks merupakan kanker yang paling menyeramkan di Indonesia karena menempati peringkat kedua untuk jenis kanker yang paling banyak ditemui setelah kanker payudara. Hal tersebut disampaikan oleh dr. M. Ary Zucha, Ph.D, Sp.OG, dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, FKKMK UGM melalui Siaran Bincang Santai Raisa Radio pada Senin, (14/3).
“Kanker serviks memang sesuatu yang menyeramkan, tapi kabar baiknya bahwa kanker serviks sangat bisa dicegah. Jadi ini suatu kanker yang sangat preventable. Kanker serviks ini sangat berhubungan dengan kejadian infeksi virus HPV (humanpapilloma virus). Sebagian besar penularannya melalui kontak seksual. Kedua, non-seksual, misalnya melalui pakaian dalam yang berganti-ganti orang, kurang bersih, sarung tangan dokter yang tidak berganti setiap pasien, dan sebagainya,” ujar Zucha pada Senin, (14/3).
Pencegahan kanker serviks menurut Zucha bisa dilakukan dengan vaksinasi HPV/humanpapilloma virus (pencegahan primer) dan lesi prakanker (pencegahan sekunder). Vaksinasi atau imunisasi HPV dilakukan untuk mencegah infeksi virus HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks.
“Yang kedua, proses terjadinya kanker panjang, dari pertama kali terinfeksi HPV sampai menjadi kanker membutuhkan proses 3-17 tahun. Dalam prosesnya, dari infeksi HPV sampai jadi kanker melewati suatu proses panjang yang dinamakan lesi pra kanker. Kita anggaplah luka, jadi ada luka yang terjadi karena infeksi HPV namun belum bisa dianggap kanker. Oleh karena itu pencegahan kanker serviks itu ada 2, satu yaitu pencegahan primer, kedua adalah deteksi dini dengan cara mengenali (lesi prakanker), sudah terinfeksi tapi jangan sampai jadi kanker,” paparnya.
Zucha memaparkan bahwa terdapat dua kelompok virus HPV, yaitu HPV risiko tinggi dan HPV risiko rendah. HPV risiko tinggi dikaitkan dengan perkembangan menjadi kanker serviks, sedangkan HPV risiko rendah tidak menyebabkan kanker serviks tapi menyebabkan kutil.
“Yang ganas atau berisiko tinggi, yaitu kelompok HPV yang menyebabkan kanker, misalnya tipe 16 dan 18. Sedangkan yang berisiko rendah tidak menyebabkan kanker, tetapi menyebabkan kutil, misalnya tipe 6 dan 11,” papar Zucha.
Zucha menyarankan kepada masyarakat untuk melakukan skrinning kanker serviks dengan menjalani pap smear atau IVA di puskesmas/bidan/dokter terdekat.
“Apabila kita mengenali lesi prakanker atau sebelum terjadinya kanker serviks dan kita obati, maka angka kesembuhannya 86-95%. Jadi kalau kita mengetahui dari awal, angka kesembuhannya tinggi sekali. Jika dideteksi atau di diagnosis pada stadium awal, masih bisa dioperasi dan pengobatannya tuntas, angka kesembuhannya juga semakin baik, namun semakin stadium lanjut, maka angka kesembuhannya rendah. Oleh karena itu, saya mempromosikan untuk skrinning kanker serviks di puskesmas atau dokter untuk mendeteksi sedini mungkin lesi prakanker,” ucapnya.
Penulis: Desy