Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menyatakan ada sejumlah syarat yang harus dipersiapkan ketika Indonesia berkeinginan melakukan transisi pandemi ke endemi. Bisa saja menuju endemi asal masyarakat sudah memahami risiko soal penyakit dan melakukan protokol kesehatan dengan kesadaran sendiri tanpa dipaksa oleh pemerintah.
“Jadi oleh Bapak Presiden kita diminta menyiapkan skenario menjadi endemi. Karena semua pandemi yang terjadi di dunia itu selalu menjadi endemi dan itu selalu membutuhkan persiapan,” jelasnya usai berbicara dalam seminar publik FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ‘Recover Together, Recov Stronger. G20 dan Agenda Strategis Indonesia’, Kamis (17/3).
Merujuk masukan dari para ahli dan epideomolog, katanya, banyak hal yang harus dipertimbangankan untuk menuju endemi. Pertimbangan pertama ketika Indonesia berada di level satu tingkat penularan antara tiga sampai enam bulan dan ini adalah level transmisi yang direkomendasikan World Health Organisation (WHO) dengan memperhatikan tingkat penyebaran dan jumlah yang dirawat di rumah sakit.
Pertimbangan kedua adalah tingkat penularan di bawah satu persen dari jumlah populasi dalam kurun waktu tiga sampai enam bulan. Sementara 75 persen dari populasi sudah mendapat vaksin dosis kedua.
Meski begitu, WHO sendiri belum mendeklarasikan kondisi saat ini sebagai endemi. Begitu pula negara-negara seperti Inggris, Denmark dan lain-lain meski sudah mengurangi protokol kesehatan tetapi mereka belum juga mendeklarasikan sebagai endemi.
“Kalau buat saya pribadi, endemi dan pandemi hanya beda nama, karena penyakitnya masih ada, virus masih tetep ada, penularan tetap terjadi, cuma derajat agak berbeda,” ucapnya.
Sementara itu, Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN.Eng., saat membuka Seminar “Recover Together, Recover Stronger: G-20 dan Agenda Strategis Indonesia” menyatakan tantangan yang dihadapi dunia saat ini tidak mudah terutama terkait pandemi, perubahan iklim dan situasi keamanan dunia. Tanpa ada aksi kolektif yang nyata, persoalan-persoalan bersama bukan hanya gagal ditangani tetapi berdampak semakin luas bagi kondisi sosial, ekonomi dan politik dunia.
“Tahun ini Indonesia mendapatkan kepercayaan untuk presidensi G20, sebuah platform penting untuk pengaturan tata ekonomi dunia”, katanya.
Mengusung slogan “recover together, recover stronger”, katanya, kepemimpinan Indonesia untuk G20 tahun 2022 mengandung tiga nilai strategis. Pertama, menegaskan pentingnya solidaritas dan kerja sama global dalam percepatan pemulihan sosial ekonomi pasca pandemi. Kedua, sebagai negara selatan pertama yang memimpin G20, Indonesia merupakan representasi negara berkembang lainnya dalam memperjuangkan reformasi tata dunia yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.
“Sedangkan ketiga, presidensi ini menjadi momen untuk pengakuan Indonesia sebagai emerging economies dan penguatan diplomasi Indonesia dalam kepemimpinan dunia,” tuturnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto