Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Riki Martusa, meneliti pengaruh kinerja keterlanjutan terhadap kelekatan kos pada perusahaan-perusahaan publik di pasar modal Indonesia. Riki mempresentasikan disertasinya pada ujian terbuka yang digelar secara daring, Jumat (25/3).
“Sejumlah besar penelitian telah menguji faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kelekatan kos perusahaan. Penelitian ini menginvestigasi apakah kinerja keterlanjutan berpengaruh terhadap kelekatan kos perusahaan-perusahaan publik di Indonesia,” paparnya.
Ia menerangkan, kinerja keterlanjutan perusahaan adalah kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dan pemegang saham serta pemangku kepentingan lainnya baik secara keuangan maupun non-keuangan.
Selama ini kinerja CSR negara-negara maju lebih tinggi daripada negara-negara berkembang. G20 mengarahkan Pemerintah Indonesia untuk mendorong perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI untuk berinvestasi pada aktivitas-aktivitas keterlanjutan ESG dalam operasional bisnisnya sesuai dengan program SDGs pemerintah.
“Ada kebutuhan penelitian akuntansi untuk berkontribusi terhadap isu-isu berkaitan dengan SDGs,” ungkap Riki.
Konsep kelekatan kos sendiri, jelasnya, menyatakan bahwa kos turun secara tidak proporsional terhadap penurunan aktivitas, tapi naik secara proporsional terhadap peningkatan aktivitas.
Penelitian ini menganalogikan bahwa ketika perusahaan berinvestasi pada aktivitas keterlanjutan ESG dalam operasional bisnisnya, maka investasi ini menjadi sumber daya yang ditetapkan dan sulit untuk dipotong apabila aktivitas menurun. Hal ini boleh jadi menyebabkan kelekatan kos.
Penelitian ini juga menginvestigasi apakah kelekatan kos perusahaan-perusahaan publik Indonesia di BEI yang menjadi konstituen lebih tinggi daripada non-konstituen indeks SRI Kehati, indeks investasi hijau yang dibuat atas kerja sama Yayasan Kehati dengan BEI.
Perusahaan yang menjadi konstituen indeks SRI Kehati diseleksi berdasarkan aspek ESG. Oleh karena itu perusahaan tersebut akan berinvestasi lebih besar daripada perusahaan lainnya pada aktivitas-aktivitas keterlanjutan ESG dalam operasional bisnisnya. Hal ini, ujar Riki, boleh jadi menyebabkan kelekatan kos.
Penelitian ini menganalogikan bahwa kelekatan kos perusahaan publik di Indonesia yang menjadi konstituen lebih tinggi daripada nonkonstituen indeks SRI Kehati. Hasil pengujian hipotesis kedua ini signifikan secara marginal.
“Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kelekatan kos secara marginal pada perusahaan-perusahaan Indonesia yang terdaftar di BEI yang menjadi konstituen dengan non-konstituen indeks SRI Kehati,” paparnya.
Di samping itu, penelitian ini juga menginvestigasi perbedaan pengungkapan 3 laporan keterlanjutan perusahaan yang terdaftar di BEI antara sebelum dan sesudah tahun 2009. Hasil pengujian tambahan menunjukkan bahwa pengungkapan laporan keterlanjutan perusahaan-perusahaan Indonesia yang terdaftar di BEI sesudah tahun 2009 lebih informatif daripada sebelum tahun 2009.
Penulis: Gloria
Foto: okezone.com