Lembaga pemeringkatan The QS World University Ranking (QS WUR) menempatkan rumpun ilmu sosial dan studi manajemen Universitas Gadjah Mada masuk dalam daftar peringkat 153 dunia pada tahun 2022 ini. Setahun sebelumnya berada dalam 261 dunia. Menanggapi kenaikan peringkat ini, Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Prof. Dr. Didi Achjari, M.Com, Ak.C.A., mengaku bersyukur atas capaian tersebut yang menurutnya tidak lepas dari hasil kerja keras civitas akademika FEB UGM. “Tentu kami bersyukur karena kerja keras dan kerja cerdas civitas akademika FEB UGM tercermin di peningkatan yang drastis peringkat QS ini. Hal ini adalah bentuk pengakuan kualitas pendidikan tinggi di FEB UGM oleh lembaga perangkingan dunia,” kata Didi kepada wartawan, Minggu (10/4).
Didi Achjari menyampaikan kenaikan peringkat tersebut tidak lepas dari pemberian otonomi dalam bentuk badan hukum yang memungkinkan perguruan tinggi negeri seperti UGM bisa lebih fleksibel untuk mencapai tujuannya dan menjalani misinya. Oleh karena itu, ia mengapresiasi dan berterima kasih kepada dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, alumni, dan para mitra yang telah memungkinkan pencapaian ini. “Kita terus meneguhkan komitmen FEB UGM untuk melakukan peningkatan secara terus menerus untuk mewujudkan visi UGM sebagai pelopor perguruan tinggi nasional berkelas dunia,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan soal faktor apa saja yang menyebabkan kenaikan peringkat tersebut, menurut Didi ada beberapa kriteria yang dinilai oleh QS, antara lain jumlah sitasi publikasi dan reputasi lulusan. Kedua hal itu berkaitan dengan reputasi akademik dan impak yang bersumber dari kinerja para dosen. FEB UGM sendiri secara terus menerus melakukan peningkatkan kualitas riset dan publikasi oleh dosen dan mahasiswa melalui hibah penelitian, dukungan seminar internasional, seri webinar dengan mengundang narasumber dari praktisi maupun ilmuwan dari berbagai negara, dan kolaborasi penelitian tingkat dunia. “Riset dan publikasi yang berkualitas tidak hanya berdampak kepada masyarakat akademik, tetapi juga kepada dunia usaha dan industri, pemerintah, dan pada akhirnya adalah masyarakat,” ungkapnya.
Sementara dari sisi reputasi lulusan, FEB UGM sendiri telah menghasilkan alumni yang duduk di berbagai posisi strategis di sektor pemerintah dan swasta di dalam maupun luar negeri. Menurutnya lulusan FEB tidak kalah bersaing dengan lulusan dari perguruan tinggi lain di dalam maupun luar negeri. Bahkan, FEB UGM terus melakukan inovasi agar lulusannya mencapai kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan di pasar tenaga kerja dan keadaban. Inovasi tersebut meliputi inovasi pengajaran seperti case-based learning, project-based learning, hingga experiential learning. “Selain itu juga sejak semester awal, mahasiswa sudah dibina melalui unit Karier dan Pengembangan Mahasiswa agar siap menghadapi dunia kerja,” paparnya.
FEB UGM, kata Didi, tidak akan merasa berpuas diri dari hasil capaian peningkatan peringkat dari QS WUR ini. Sebab, menurutnya rekognisi dari lembaga pemeringkat diperoleh dalam kerangka keselarasan dengan pencapaian kinerja yang dimandatkan oleh Pimpinan Universitas. Lalu, berbagai target yang dimandatkan dalam Rencana Strategis (lima tahun) dan Mandat Capaian Kinerja atau Indikator Kinerja Utama tahunan ternyata juga harus selaras dengan ukuran penilaian oleh lembaga pemeringkat. “Jadi, untuk meningkatkan rekognisi dari lembaga pemeringkat maka kami fokus utamanya pada pencapaian kinerja yang dimandatkan,” tukasnya.
Selain itu, terakreditasinya FEB UGM selama ini sebagai anggota The Association to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB) mengharuskan FEB UGM untuk melakukan perbaikan kualitas secara terus menerus di berbagai bidang. Akreditasi AACSB juga mendorong berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan FEB UGM dapat menghasilkan luaran yang ditargetkan, sesuai dengan misi, dan mencapai visi yang dicanangkan. Dalam bidang akademik, misalnya FEB UGM menerapkan sistem monitoring dan evaluasi proses pembelajaran (assurance of learning) yang merupakan ketentuan dari AACSB. Sistem ini mengukur capaian tujuan pembelajaran dari setiap mata kuliah, dan sasaran kompetensi (competency goals) dari sebuah program studi. Selain itu, FEB UGM mengembangkan inovasi experiential learning yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar memecahkan masalah di lembaga mitra dengan bekal teori dan pembelajaran empiris di mata kuliah dasar. Experiential learning tidak hanya dikemas dalam bentuk mata kuliah, tetapi juga magang di lembaga mitra. “FEB UGM juga mengembangkan program Soft skills Training and Recharging di luar mata kuliah untuk meningkatkan softskill mahasiswa, baik mahasiswa sarjana maupun pascasarjana,” katanya.
Sebagai sekolah bisnis yang terakreditasi AACSB, FEB UGM memiliki jaringan dengan mitra universitas di luar negeri. Jaringan ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa FEB UGM untuk melakukan pertukaran mahasiswa (exchange program) dan program gelar ganda (dual degree program) di universitas mitra di luar negeri. FEB UGM telah menjadi tuan rumah mahasiswa dari berbagai belahan dunia. “FEB UGM membangun jejaring dengan alumni dan lembaga mitra, baik dari pemerintahan pusat dan daerah, BUMN, perusahaan swasta, dan lembaga internasional untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada mahasiswa untuk belajar, dan kepada dosen untuk mengembangkan, menyebarkan dan menerapkan hasil risetnya,” jelasnya.
Dari sisi kelembagaan, FEB UGM juga mengembangkan skema dukungan riset dan sistem penghargaan kepada dosen untuk menghasilkan riset dan publikasi yang berkualitas dan bermanfaat. FEB UGM juga memberikan ruang kepada tenaga kependidikan untuk berinovasi dan meningkatkan mutu pelayanan di masing-masing unit melalui program hibah tenaga kependidikan. “Sistem penghargaan yang komprehensif memberikan ruang bagi setiap insan untuk terus berkarya,” kata Didi.
Saat ditanya apakah FEB UGM menargetkan untuk menembus dalam daftar 100 terbaik dunia dalam rumpun ilmu studi sosial, bisnis dan manajemen. Didi menegaskan akan berusaha untuk memanfaatkan ruang perubahan yang berbasis teknologi informasi. Masa depan FEB UGM akan didefinisikan dengan cara “think like there is no box“ untuk memicu inovasi dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta model bisnis yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya. Sebagai contoh, FEB UGM terus berinovasi untuk moda penyampaian pembelajaran di era digital yang bisa tanpa ruang dan waktu. Karenanya moda pembelajaran daring asinkron bisa mengubah cara belajar dan mengajar yang lebih fleksibel, murah dan mendunia. “Kita akan mendorong riset dan publikasi berkualitas, mengingat riset dan publikasi merupakan jantung dari pengembangan keilmuan. Selain itu, kita mendorong bahwa riset juga relevan untuk penyelesaian masalah bisnis dan manajemen di lapangan, dan untuk penyusunan kebijakan oleh pemerintahan,”katanya.
Namun yang tidak kalah penting menurut hemat Didi, FEB UGM akan berusaha untuk mendapatkan dan mempertahankan talenta terbaik, baik dosen dan tendik untuk mendidik anak bangsa dari seluruh pelosok nusantara dan juga mancanegara. “Kita melakukan perbaikan sistem karier dan penghargaan. Selain itu, FEB UGM akan selalu melakukan perbaikan proses bisnisnya agar bisa lebih melayani pemangku kepentingan secara mudah, cepat dan efisien,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson