Kepala Pusat Studi Wanita UGM, Dr. Widya Nayati, M.A., mengatakan Hari Kartini seharusnya tidak diisi dengan aktivitas yang hanya bersifat formalitas. Hari Kartini memiliki makna yang mendalam dan menjadi momen refleksi bagi warga Indonesia.
“Sering kali saat peringatan hari besar hanya sekadar upacara tapi tidak masuk hati. Sekadar hari libur bukan menjadi refleksi yang menjadikan kita lebih hebat,” ucapnya.
Ia mencontohkan peringatan Hari Pahlawan yang seharusnya menjadi momen untuk mengingat para pahlawan serta teladan kepahlawanan mereka. Pemahaman inilah yang memberi pendorong atau inspirasi, terutama dalam hal bela negara.
Gelar pahlawan nasional yang diberikan pemerintah, menurutnya, juga seharusnya mendorong masyarakat melihat tindakan-tindakan inspiratif yang dapat diteladani di masa sekarang dan masa yang akan datang.
“Poinnya bagaimana kita belajar dari mereka, menginspirasi kita menjadi manusia Indonesia yang lebih baik,” kata Widya.
Dengan Hari Kartini sendiri, menurutnya banyak orang mengetahui sekilas tentang sosok R.A Kartini serta kalimatnya yang terkenal “habis gelap terbitlah terang”. Meski demikian profil, capaian, serta catatan sejarah tentangnya belum terlalu banyak digali.
“Kita harus membuka seperti apa beliau dan apa yang dilakukan menjadi suatu pembelajaran untuk ke depan,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, Kartini menjadi teladan seorang insan muda yang tekun mencari ilmu dan membagikannya bagi banyak orang, memanfaatkan kesempatan yang ia miliki untuk belajar dan berdiskusi bagi kepentingan dan kemajuan banyak orang.
Teladan ini menurutnya perlu ditiru oleh banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan, baik anak muda maupun orang tua.
“Bayangkan pada abad itu dengan keterbatasan yang ada beliau mampu belajar banyak dan mau melakukan sesuatu tidak hanya untuk dia sendiri tetapi juga untuk teman-temannya. Tapi sekarang banyak orang egois hanya mencari ilmu untuk dirinya sendiri,” ucapnya.
Agar teladan Kartini serta para pahlawan negara dapat terus dilestarikan, menurutnya diperlukan lebih banyak penelitian yang menggali catatan-catatan sejarah dan membuatnya tersedia bagi banyak orang. Peringatan Hari Kartini yang umum dilakukan seperti mengenakan busana daerah tidak ada artinya jika tidak diikuti dengan penghayatan yang benar.
Pemahaman akan keteladanan para pendahulu yang disertai dengan refleksi secara pribadi, menurutnya, akan menimbulkan kesadaran serta dorongan untuk ikut berperan menjadi Kartini masa kini, yang dapat menjadi inspirasi bagi generasi-generasi yang akan datang.
“Jadi bukan lagi apa kata orang, tapi itu sungguh-sungguh masuk ke dalam hati kita,” kata Widya.
Penulis: Gloria