Yogya (KU) – Ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung terus menurun, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Padahal, di sisi lain, kebutuhan air cenderung semakin meningkat. Akibatnya, permasalahan pengelolaan sumber daya air selalu muncul, termasuk salah satunya yang dialami di daerah cekungan air tanah Kota Palu, Sulawesi Tengah. Ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air telah menjadi masalah yang kompleks dalam pengelolaan air.
Kebutuhan domestik rata-rata air bersih di Kota Palu pada tahun 2009 dengan jumlah penduduk 315.634 jiwa adalah sejumlah 30.188,53 kubik per hari. Kebutuhan air ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2007, yakni dengan jumlah penduduk 304.477 jiwa dibutuhkan air bersih 25.434,55 kubik per hari. “Peningkatan jumlah penduduk dan pengembangan berbagai sektor, seperti domestik, industri jasa, pertanian, dan sektor lainnya di Kota Palu yang secara langsung dan tidak langsung menuntut penyediaan sumber air bersih yang semakin meningkat. Jika hal ini tidak diantisipasi, maka degradasi kuantitas dan kualitas air tanah akan terus meningkat,” kata Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Zeffitni S.Pd., M.T., dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (24/4).
Dalam disertasinya yang meneliti tentang agihan spasial potensi air tanah di cekungan air tanah Palu disebutkan bahwa pola arahan spasial pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan domestik di Kota Palu terdiri atas zona Penurapan I (Palu Timur dan Palu Barat), Penurapan II (Palu Selatan), dan Penurapan III (Dolo, Gumbasa, Biromaru, Marawola, Dolo Barat, dan Dolo Selatan).
Dalam penelitian Zeffitni, potensi air tanah di cekungan air tanah Palu ditentukan oleh karakteristik air tanah pada setiap satuan hidromorfologi dan hidrogeologi. Di hadapan tim penguji yang dipimpin oleh Prof. Dr. Rijanta, M.Sc., promotor Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng., Sc., ko-promotor Prof. Dr. A.J. Suhardjo, M.A. dan Prof.Dr. Suratman, M.Sc., Zeffitni mengatakan agihan spasial potensi air tanah di cekungan air tanah Palu merupakan agihan spasial sistem akuifer secara lateral berada pada bentuk lahan dataran aluvial dan perbukitan denudasional. Sementara itu, pendekatan geologi berada di aluvium dan formasi Pakuli dengan litologi penyusun akuifer yang bervariasi.
Perempuan kelahiran Padang, 19 September 1971 ini menyebutkan cekungan air tanah Palu merupakan salah satu cekungan air tanah di dalam cekungan Palu yang terbentuk sebagai akibat struktur geologi Graben Palu, yaitu Sesar Palu. “Cekungan Palu merupakan batas pemisah aliran air permukaan atau merupakan batas DAS Palu, sedangkan cekungan air tanah Palu merupakan bagian dari cekungan Palu,” jelas Zeffitni yang berhasil lulus dengan predikat cum laude ini.
Promotor Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng.,Sc. dalam penyampaian pesan dan kesan menuturkan keberhasilan promovenda memperoleh gelar doktor tidak dicapai dengan mudah. Perjuangan keras dengan mengorbankan waktu dan tenaga selama lebih dari tiga tahun akhirnya tidak sia-sia karena berhasil lulus dengan predikat cum laude. “Tantangan Saudara masih cukup jauh dan lebih besar. Saudara termasuk orang yang konsisten karena penelitian Saudara sejak dulu, baik S-1, S-2, dan S-3 tentang air tanah. Manfaatkan ilmu Saudara ini untuk kemajuan daerah Saudara di Palu. Jangan kecewakan masyarakat sana dan Universitas Tadulako,” pesan Sudarmadji kepada lulusan doktor ke-1197 UGM ini. (Humas UGM/Gusti Grehenson)