UGM Press menerbitkan buku berjudul “Antioksidan dalam Penanganan Sindrom Metabolik“ yang ditulis dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Prof. Dr. Dra. Sunarti, M.Kes.
Karya ini ditulis untuk memperkaya pemahaman masyarakat awam tentang stres oksidatif, sindrom metabolik, serta sumber pangan lokal yang kaya antioksidan.
“Saya tertarik untuk menulis buku ini karena sindrom metabolik itu prevalensinya dari tahun ke tahun meningkat,” ucap Sunarti dalam acara bedah buku yang digelar FK-KMK bersama UGM Press secara daring, Kamis (19/5).
Badan kesehatan dunia (WHO) menyebutkan bahwa faktor nutrisi memengaruhi lebih dari dua pertiga kejadian penyakit di seluruh dunia. Asupan nutrisi yang tidak seimbang dalam tubuh, baik jumlah maupun jenisnya, akan memicu sindrom metabolik.
Sunarti menerangkan, peningkatan prevalensi sindrom metabolik sendiri berkaitan dengan perubahan pola makan.
“Itu mengganggu metabolisme dalam tubuh kita sehingga menyebabkan sindrom metabolik terkait dengan obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi,” paparnya.
Kecepatan perubahan gaya hidup masyarakat ke arah pola makan tinggi lemak dan gula serta aktivitas fisik yang rendah memicu pergeseran percepatan timbulnya sindrom metabolik seperti obesitas sentral, resistensi insulin, dislipidemia maupun hipertensi disertai stres oksidatif.
Hal ini juga menjadi faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2, kanker, obesitas, stroke, dan penyakit kardiovaskular atau yang sering dikenal sebagai penyakit jantung.
Penyandang penyakit terkait sindrom metabolik umumnya mengalami stres oksidatif akibat produksi radikal bebas yang berlebihan sehingga sistem pertahanan antioksidan dalam tubuh tidak mampu mengatasinya. Kondisi ini akan memperparah penyakit dan memicu komplikasi sehingga untuk mengatasinya perlu tambahan antioksidan dari luar seperti halnya mendapatkan terapi nutrisi berupa vitamin, mineral, dan fitokimia.
Ia melanjutkan, upaya menggali potensi pangan lokal sebagai sumber antioksidan penting untuk dilakukan kajian lebih lanjut. Kajian tersebut diharapkan mampu menjadi sarana untuk memahami mekanisme stres oksidatif dan faktor pemicunya serta jalur metabolisme yang dipengaruhinya.
“Di negara kita yang daerah tropis ini banyak sekali bahan pangan lokal yang mengandung banyak antioksidan, dan di situ jenisnya bermacam-macam,” kata Sunarti.
Beragam pangan lokal seperti gembili, labu kuning, ubi jalar oranye, buah bit, kedelai, maupun jagung ungu dapat menjadi sumber antioksidan. Labu kuning, misalnya, merupakan bahan pangan lokal yang banyak terdapat di pekarangan penduduk daerah pedesaan dan belum banyak dimanfaatkan masyarakat. Labu kuning kaya kandungan karoten sebagai antioksidan yang dapat mengatasi stres oksidatif sehingga dapat memperbaiki propilid dan glukosa darah.
“Harapannya kita bisa menggunakan bahan-bahan lokal ini untuk mengatasi sindrom metabolik itu sehingga bisa menurunkan kejadian penyakit-penyakit terkait sindrom metabolik seperti DM tipe 2 maupun penyakit kardiovaskular,” kata Sunarti.
Penulis: Gloria