Fakultas Filsafat UGM menyelenggarakan pameran seni rupa bertajuk Ratau Nyetip. Pameran melibatkan 15 perupa yaitu Sriyadi Srinthil, Irwan Guntarto, Taufik Oblonk, Bambang Raharjo, Sigit Ananta, Etun, Basori, Yuniarto Inul, Robert Nasrullah, Sulardi, Nugroho, Ferry Yusuf, Riyanto, Sri Wahyuningsih, dan Sumartono.
Pameran Seni Komunitas Ratau Nyetip ini merupakan hasil kerja sama antara alumni, seniman, dan beberapa perwakilan seniman Yogyakarta beserta Fakultas Filsafat dengan tema besar Full – Gerr (membuka dimensi dan perspektif lain dari seni melukis). Pameran lukisan ini berlangsung dari 26 Mei 2022 sampai 2 Juni 2022 di Selasar Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada.
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian, Kerjasama & Alumni Fakultas Filsafat UGM, Dr. Iva Ariani, saat membuka acara Kamis (26/5) mengatakan bahwa seni sejatinya amat misterius. Apa yang sulit tertuangkan dalam kata-kata baik tertulis maupun lisan, akan mampu ditampung oleh setiap ekspresi seni yang tergores di atas kanvas. Maka tidak heran jika karya seni rupa dapat sungguh menggetarkan hati para penikmatnya, di samping tafsiran di atasnya yang juga beragam, tergantung dari perspektif dan latar belakang sejarah penikmatnya. Hal ini menunjukkan bahwa seni, khususnya karya seni lukis, mampu menjahit bagian-bagian yang terpisah dari sejarah hidup manusia.
Sriyadi Srinthil menjelaskan pameran “Ratau Nyetip” menyiratkan makna filosofis tertentu. Mengisyaratkan makna siapa saja yang terlibat dalam aktivitas seni, terutama melukis, maka harus berdamai dengan masa lalu. Artinya, setiap goresan kuas pada kanvas putih merepresentasikan momen sejarah tertentu yang kemudian diperkaya oleh imaji-imaji si perupa. Adanya bentuk perdamaian diri dengan masa lalu yaitu dengan tidak menghapus kenangan-kenangan.
Sementara Ketua Dies Natalis Fakultas Filsafat UGM, Rangga Kala Mahaswa M.Phil, menyampaikan pameran seni ini merupakan bagian dari acara Dies Natalis Fakultas Filsafat UGM ke-55. Selain acara ini, masih ada pameran seni yang tidak hanya sekedar melibatkan alumni saja tetapi harus membuka pintu ‘seni baru’ dengan badan mahasiswa seperti FSB Retorika atau Komunitas Musik Sande Monink dikemudian hari.
Penulis: Ika