Rektor UGM, Prof.dr.Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., akan mendeklarasikan UGM sebagai kampus yang bebas dari adanya tindak kekerasan (zero tolerance for violence) terutama kekerasan seksual. Salah satu aktivitas sebagai bagian dari deklarasi Kampus bebas kekerasan adalah disosialisasikannya kampus anti kekerasan ini di hadapan 6.250 mahasiswa yang akan mendapatkan pembekalan KKN secara daring, Sabtu (11/6).
Komitmen ini nantinya akan ditindaklanjuti dengan adanya sosialisasi secara masif kepada seluruh sivitas kampus. Ova menjelaskan bahwa sejak tahun 2019 lalu, UGM telah melakukan sejumlah upaya penanganan dan manajemen terhadap kekerasan di lingkungan kampus. Selanjutnya, komitmen ini dipertegas dengan Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat UGM yang terbit setahun sebelum Permendikbudristek Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Peraturan Rektor UGM ini akan terus disinkronkan dengan Permendikbudristek.
“Secara global universitas merupakan tempat kedua terbanyak terjadinya kekerasan seskual dan ini bukan hanya terjadi di Indonesia namun secara global,” tuturnya saat Konferensi Pers di R. Fortakgama, Kamis (9/6).
Kondisi tersebut mendorong UGM sebagai institusi pendidikan untuk mengembangkan sistem guna mencegah tindak kekerasan seksual. Beberapa diantaranya dengan peningkatan literasi terhadap mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan, peningkatan keterampilan mengatasi kekerasan seksual, workshop series tentang SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual termasuk aspek-aspek legalnya, dan lainnya.
Ova mengatakan sebagai salah satu terobosan dalam pelaporan, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual maka di website resmi UGM juga telah disiapkan kanal khusus bernama Pusat Krisis. Kanal itu diperuntukan bagi sivitas kampus yang ingin melaporkan atau komplain terhadap tindak kekerasan yang dialami.
“Kita siapkan crisis center yang ada di website UGM dimana mahasiswa bisa mengakses secara online dari manapun untuk pelaporan. Apabila terjadi hal kedaruratan harapannya dengan sistem ini universitas bisa mengantisipasi dan mengatasinya dengan lebih baik dan lebih siap. Denga begitu, bisa mendorong terwujudnya lingkungan kampus yang aman dan nyaman dari berbagai bentuk kekerasan,”kata Ova.
Selain kepada calon mahasiswa peserta KKN, sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual juga akan diberikan kepada 250 dosen pembimbing lapangan (DPL) KKN serta para mahasiswa baru pada PPSMB (Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru) di bulan Agustus mendatang.
“Jangan lupa UGM juga telah menyiapkan Unit Layanan Terpadu (ULT) yang akan cepat merespons laporan yang masuk terjadinya kekerasan seksual di kampus,”kata Ova.
Sementara Direktur Pengabdian Kepada Masyarakat UGM, Prof. Irfan D. Prijambada, menjelaskan UGM akan memberangkatkan sebanyak 6.250 mahasiswa KKN pada tanggal 25 Juni mendatang. Mahasiswa tersebut akan diterjunkan di 28 provinsi, 85 kabupaten dan 197 kecamatan.
Melalui pembekalan atau sosialisasi UGM sebagai kampus anti kekerasan diharapkan tidak ada tindak kekerasan dalam berbagai bentuk selama KKN. Sebelumnya, dikatakan Irfan, pihaknya telah mendirikan crisis center KKN bagi mahasiswa.
“Sejak ada KKN di UGM sudah ada crisis center sebagai layanan untuk melaporkan hal-hal kedaruratan saat KKN,” tuturnya.
Ketua Health Promoting University (HPU) UGM, Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D., menyampaikan UGM pada tahun 2019 telah mendeklarasikan diri sebagai kampus sehat baik secara fisik, mental, maupun sosial. Terdapat delapan kegiatan utama dari program kampus sehat ini, salah satunya adalah zero tolerance kekerasan, perundungan dan pelecehan. Program lainnya adalah literasi kesehatan, pola makan, aktivitas fisik, kesehatan mental, kesehatan reproduksi, serta lingkungan hiudp sehat, aman, dan ramah difabel.
Penulis: Satria-Ika