Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merupakan salah satu penyakit hewan menular strategis yang cukup menghebohkan sejak awal April 2022 silam yang kemudian ditetapkan sebagai wabah di Indonesia oleh Kementerian Pertanian sejak 7 Mei 2022. Untuk menanggulangi wabah PMK, Fakultas Kedokteran Hewan UGM merekomendasikan berbagai usulan langkah pengendalian dan penanggulangan dengan membentuk satuan tugas yang fokus pada penghentian penyebaran virus penyebab PMK melalui tindakan karantina, pengawasan dan pembatasan lalu lintas ternak, serta penutupan pasar hewan. Hal Itu disampaikan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Prof. drh. Teguh Budipitojo, M.P., Ph.D., dalam rilis Policy Brief Penanggulangan dan Pengendalian PMK, Kamis (16/6).
Teguh menambahkan langkah selanjutnya adalah menghilangkan sumber infeksi dengan memusnahkan secara terbatas atau stamping out pada hewan yang telah terpapar disertai menerapkan biosekuriti dengan dekontaminasi kandang, peralatan, kendaraan, dan bahan lain yang berpotensi menularkan virus melalui penyemprotan larutan desinfektan yang efektif terhadap virus dan pemusnahan bahan-bahan yang sudah terkontaminasi.
Ia menyebutkan jenis desinfektan yang efektif membunuh virus penyebab PMK diantaranya sodium hydroxide (2%), sodium carbonate (4%), citric acid (0.2%), acetic acid (2%), sodium hypochlorite (3%), potassium peroxymonosulfate (1%), dan chlorine dioxide.
Untuk meningkatkan kekebalan hewan ternak yang rentan tertular PMK, Teguh mengusulkan perlu digencarkan program vaksinasi massal dan melakukan upaya mitigasi pada daerah yang belum tertular berupa surveilans dan pembentukan kewaspadaan dini serta melakukan disease resilience. “Hal itu perlu dilakukan untuk melihat peta penyebaran penyakit sebagai dasar penentuan langkah pengendalian disamping melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada masyarakat peternak,” katanya.
Seperti diketahui Penyakit Mulut dan Kuku disebabkan oleh virus RNA beruntai tunggal, genus Aphthovirus yang termasuk famili Picornaviridae dengan materi genetik yang terdiri dari kurang-lebih 8.000 nukleotida dan tidak beramplop. Penyakit ini dapat menyerang ternak sapi, babi, domba, kambing.
Hal senada juga disampikan oleh pakar virologi molekuler FKH UGM, Prof. Dr. drh. Aris Haryanto, yang menjelaskan bahwa virus penyebab PMK dapat bertahan di luar tubuh hewan penderita selama 2 minggu, tahan berbulan-bulan dalam semen, epitel, kelenjar limfa, dan makanan produk asal hewan serta olahannya. “Virus penyebab PMK juga tahan terhadap kekeringan dan angin. Hewan penderita PMK dapat mengeluarkan virus baru selama 50 jam dan menular ke ternak lain di sekitarnya pada radius 100 km,” katanya.
Selain itu, hewan penderita bertindak sebagai carrier yang dapat bertahan selama 8 sampai 24 bulan. Penularan PMK dapat terjadi melalui kontak langsung hewan penderita dengan hewan lain yang rentan, kontak tidak langsung melalui alat atau sarana transportasi, manusia yang terkontaminasi serta penyebaran melalui udara. “Penyebaran melalui udara dapat menjangkau sejauh 170 km di darat dan 250 km di laut,” katanya.
Gejala penyakit hewan ternak penderita PMK akan menunjukkan demam tinggi, nafsu makan hilang, produksi air liur yang berlebihan, terbentuknya lepuh-lepuh berisi cairan pada mukosa mulut, hidung, bibir, dan lidah. Lesi pada kaki, kuku, sela jari sehingga hewan enggan bergerak, pincang, dan kuku mengelupas. “Hewan yang terinfeksi dapat mengeluarkan virus melalui cairan vesikel, air liur, susu, urine, dan feses. Virus dapat dikeluarkan 1-2 hari sebelum hewan tertular menunjukkan gejala klinis,” paparnya.
Meski demikian, imbuh Aris, pengobatan dasarnya penyakit viral tidak dapat diobati. Upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan imunitas dan ketahanan tubuh ternak yang terinfeksi melalui terapi suportif dengan memberikan vitamineral dan feed suplement, dan terapi sesuai gejala dengan memberikan penurun panas, penghilang rasa nyeri, dan antibiotik untuk mencegah infeksi ikutan.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Pexels