Mata silinder atau dikenal dengan istilah medis astigmatisme adalah gangguan refraksi mata yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Silinder terjadi ketika kornea memiliki lengkungan permukaan yang berbeda satu sama lain. Hal tersebut disampaikan oleh dr. Sagung Gede Indrawati, Sp.M (K), dari Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-KMK UGM, dalam Bincang-bincang Santai Raisa Radio dengan topik “Mata silinder: mengapa bisa terjadi?” pada Selasa, (21/6).
“Astigmatisme adalah kelainan refraksi yang menyebabkan kabur, tetapi distorsi. Distorsi itu garis yang harusnya lurus jadi bengkok atau patah-patah. Untuk mengembalikan bentuknya ke dalam yang benar, bisa memakai lensa, nah lensanya ini namanya lensa silinder,” tutur Sagung pada Selasa, (21/6).
Slinder menurut Sagung secara garis besar dibagi dua macam, yaitu silinder internal dan silinder eksternal. Silinder internal disebabkan oleh jaringan-jaringan di dalam bola mata seperti lensa dan syaraf, baik posisi lensa yang miring, maupun bentuk lensa yang tidak elips atau tidak sempurna. Hal ini memang bawaan dari lahir. Sedangkan silinder eksternal disebabkan oleh kornea. Kornea seseorang kalau seluruh lingkarannya simetris, tidak akan silinder, bisa jadi hanya minus atau normal. Namun jika seluruh lingkaran itu tidak simetris, ada bagian yang flat, atau lebih cembung, seseorang tersebut menderita asigmatisme atau perlu kacamata silinder.
“Kenapa bisa jadi seperti itu, karena bisa jadi anak waktu dilahirkan itu sempurna, namun dalam masa pertumbuhan, bola mata juga berubah bentuk, pertumbuhan itu tidak simetris, sehingga yang pada lahir awalnya simetris, tetapi pada saat pertumbuhan, bola mata jadi berubah bentuk. Pertumbuhan itu tidak simetris karena bertumbuh secara tidak bersamaan di daerah kornea, maka dia menjadi tidak simestris dan menjadi silinder,” papar Sagung.
Selain itu ada silinder yang disebabkan oleh faktor pencetus ketika dewasa yang membuat dia silinder. Faktor pencetus tersebut misalnya terdapat luka di kornea yang membuatnya harus dijahit, dan terdapat infeksi di kornea dan membuat penyembuhan kornea tidak mulus lagi.
Sagung menyarankan kepada orang dengan mata silinder untuk memeriksakannya ke dokter mata agar penanganannya lebih akurat. Pemeriksaan melalui optik menggunakan alat autorefractometer bukan sebuah patokan untuk menentukan hasil kacamata yang dibutuhkan, apakah matanya minus, silinder, atau kombinasi. Menurut Sagung, sebagian besar alat ini juga tidak terkalibrasi, kalaupun terkalibrasi alat tersebut tidak bisa membaca fungsi mata manusia.
“Memang beberapa pasien melakukan pemeriksaan di optik. Itu bukan salah, tetapi hasil kacamata yang diperlukan, apakah dia minus, apakah dia silinder, atau kombinasi, itu tidak melulu ditentukan oleh alat yang dibaca. Apalagi pada anak-anak, lebih banyak error-nya. Mesin komputer tidak selalu menggambarkan, jadi harus dilakukan ke pasien langsung, tidak boleh mengandalkan angka yang tercantum pada mesin tersebut,” tutur Sagung.
Penulis: Desy