Menurut Anda, apakah kehidupan masyarakat Indonesia sudah terdigitalisasi? Lalu, apakah menurut Anda digitalisasi sejauh ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat atau justru sebaliknya malah mendatangkan kerugian? Pertanyaan ini adalah salah satu dilema digitalisasi di tengah-tengah masyarakat.
Sebagaimana yang kita ketahui, kehadiran teknologi digital telah membawa berbagai manfaat seperti mempercepat pertukaran informasi, meningkatkan produktifitas, dan lain sebagainya. Namun, di sisi lain kita juga mesti sadar bahwa digitalisasi turut membawa berbagai tantangan, seperti hoax, mempermudah penyebaran konten pornografi, penipuan online, perundungan siber/ cyberbullying, mempercepat dan memperluas paham radikalisme/ekstrimisme, mempermudah perjudian, dan lain sebagainya.
Pada Sabtu, (25/6), Dewan Guru Besar (DGB) UGM mengadakan webinar berjudul ‘Pemikiran Bulaksumur UGM #13 : Kepemimpinan Pembangunan Berkelanjutan dan Transformasi Masy Digital’. Webinar tersebut disiarkan langsung melalui kanal Youtube Universitas Gadjah Mada. Salah satu guru besar yang menjadi pembicara adalah guru besar dari Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) FISIPOL UGM, Prof., Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP. Dalam satu kesempatan, Prof. Wahyudi pun berkesempatan menanggapi dilema digitalisasi di atas: apakah teknologi digital mendatangkan manfaat atau justru menimbulkan kerugian?
Prof. Wahyudi pun menjawab bahwa bermanfaat atau mudarat-nya sebuah teknologi tentu kembali kepada unsur manusia itu sendiri. Oleh karena itu, dalam proses digitalisasi manusia sebaiknya lebih diperhatikan, atau dimana edukasi/ literasi digital lebih diutamakan.
Prof. Wahyudi kemudian mengaku tertarik kepada konsep Negara Jepang dalam menghadapi digitalisasi. Seperti yang diutarakan oleh Perdana Menteri Jepang periode 2017-2020, Shinzo Abe, dalam World Economic Forum (WEF) di Swiss tahun 2019 lalu, pemerintah Jepang memilih untuk menjalankan konsep Society 5.0 dibanding ‘revolusi industri 4.0’. Melalui konsep Society 5.0 tersebut, manusia ditempatkan sebagai pusat. Teknologi bisa dipilih dalam konsep ini. Hal ini guna memastikan bahwa perkembangan teknologi benar-benar memberikan manfaat kepada manusia/ masyarakat itu sendiri.
“Ketika di Eropa muncul gagasan tentang industri 4.0. Saya sebenarnya lebih tertarik dengan konsep pemerintahan dan masyarakat Jepang dengan society 5.0 yang intinya sebenarnya adalah teknologi itu hanya bisa bermanfaat jika meningkatkan produktifitas kita, menambah kualitas hidup kita, dan juga memastikan bahwa kehidupan kita lebih bahagia dan kemudian sumber daya (yang ada) itu bisa kita manfaatkan secara berkelanjutan, intinya semuanya berpulang kepada masyarakat,” tutur Prof. Wahyudi.
Penulis: Aji