Banoo, sebuah startup yang digawangi alumni UGM berhasil menorehkan prestasi di ajang internasional. Startup ini menjadi perwakilan Indonesia pertama dan satu-satunya yang berhasil membawa pulang hadiah utama WE Innovate, program akselerator bergengsi di Imperial College London belum lama ini.
Banoo dirintis oleh alumni UGM dari berbagai fakultas yakni Azellia Alma Shafira (Manajemen 2016), Lakshita Aliva Zein (Perikanan 2016), Muhammad Adlan Hawari (Elins, FMIPA 2015), Fakhrudin Hary Santoso (Perikanan 2015), dan Fajar Sidik Abdullah Kelana (Teknik Mesin 2012). Mereka mengembangkan teknologi guna mendukung peningkatan produktivitas petani ikan di Indonesia.
CEO Banoo, Shafira, menjelaskan bahwa mereka mengembangkan teknologi akuakultur yang terjangkau dan terintegrasi untuk membantu pembudidaya ikan. Adanya perubahan iklim telah memengaruhi kualitas air dalam praktik budi daya sehingga meningkatkan risiko kematian ikan dan budi daya yang tidak efisien. Sementara petani atau pembudidaya ikan tidak bisa lagi mengandalkan metode tradisional untuk memprediksi cuaca atau kualitas air. Pasalnya, risiko kerugian akan semakin tinggi apabila tidak menggunakan teknologi untuk pemecahan masalah secara langsung. Meskipun Indonesia memiliki potensi besar untuk budi daya perikanan, tetapi kualitas air di tanah air tergolong rendah karena tambak tidak memiliki sistem sirkulasi oksigen yang baik, menghasilkan ikan yang tidak sehat dan limbah beracun.
Melalui sistem Internet of Things digunakan untuk memantau dan memecahkan masalah kualitas air mulai dari sistem aerasi microbubble, sensor kualitas air, dan aplikasi seluler yang memungkinkan pembudidaya untuk memantau kolam mereka dari jarak jauh.
Sistem Banoo adalah aerasi yang menghasilkan gelembung berukuran mikro untuk meningkatkan oksigen terlarut dan meningkatkan kualitas air. Peningkatan oksigen terlarut ini meningkatkan metabolisme dan nafsu makan ikan.
“Dengan metabolisme yang membaik, ikan akan makan lebih banyak sehingga lebih sedikit makanan ikan yang akan berakhir sebagai limbah di dasar kolam dan menghasilkan limbah air yang merusak lingkungan,”jelas Shafira yang kini tengah mengambil pendidikan master di Imperial College Business School ini.
Sensor Internet of Things Banoo merupakan otak dari sistem Banoo yang dapat memantau kualitas air serta mengautomasi pengoperasian aerator microbubble. Dalam waktu dekat, tim Banoo berencana untuk mengembangkan sistem dengan energi surya untuk menjangkau pembudidaya di daerah terpencil dengan akses terbatas ke jaringan listrik agar tetap bisa menggunakan Banoo. Dengan aplikasi seluler Banoo, pembudidaya ikan dapat memantau dan mengontrol kolam mereka dari mana saja sehingga menghemat biaya transportasi dan mengurangi risiko kerugian panen karena keterlambatan penanganan masalah.
Lakshita menambahkan adanya program WE Innovative ini sangat membantu mereka dalam pengembangan bisnis startup. Hal itu mulai dari pengetahuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) hingga customer discovery.
“Kami telah meluncurkan aerator microbubble kami, MycroFish, berkat bantuan mentoring dari WE Innovate,” tuturnya.
Penulis: Ika