Pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional UGM, Dr. Riza Noer Arfani, M.A., menilai kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia sebagai kunjungan yang sangat bermakna. Menurutnya kunjungan tersebut sangat strategis karena Indonesia saat ini tengah memegang Presidensi G-20 dan sebagai upaya pemulihan ekonomi.
Kunjungan tersebut, menurutnya, memperlihatkan keseriusan, konsistensi, sikap dan posisi Indonesia dalam menanggapi konflik yang melibatkan kedua negara dengan target adalah perundingan damai dari kedua negara.
“Saya melihat maknanya sangat strategis. Kunjungan ini bermakna bahwa Presiden Jokowi atau Indonesia serius dalam hal itu, karena semua sepakat bila Forum G-20 adalah forum ekonomi bukan forum politik,” ujarnya di Fisipol UGM, Jumat (1/7).
Meski mendapat kritik bahkan kecaman dari negara-negara barat karena mengundang Presiden Putin dalam Forum KTT G-20 di bulan September mendatang, Presiden Jokowi tetap pada pendirian dan jawaban bila Forum G-20 merupakan forum ekonomi. Oleh karenanya, kunjungan tersebut merupakan upaya mendamaikan dalam konteks pemulihan ekonomi.
Riza menandaskan kunjungan tersebut betul-betul bermakna dan strategis karena pemulihan ekonomi yang sudah digagas sejumlah pihak, termasuk negara anggota G-20 saat ini sangat terancam akibat peperangan. Jika kemungkinan besar perang ini akan berlangsung lama tentu akan sangat berdampak pada 3 sektor penting, yaitu sektor pangan, energi dan sektor kesehatan.
Problem pangan, kata Riza, sudah disampaikan Presiden Jokowi pada Forum G-7 bahwa persoalan ini telah mengancam negara-negara sedang berkembang karena jika rantai pasok pangan terganggu maka berdampak pada naiknya harga-harga bahan pokok. Kondisi tersebut tentu sangat berpengaruh pada negara-negara yang sedang berkembang.
Demikian pula soal energi secara pelan berpengaruh terhadap negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia karena adanya gejolak harga minyak akibat perang. Sanksi terhadap Rusia akibat peperangan ini menimbulkan ketidakpastian harga energi global terutama minyak.
“Kalau tidak ada langkah-langkah terobosan terhadap perang ini kemungkinan harga minyak akan terus naik bisa menimbulkan resesi global dan stagflasi. Menimbulkan fenomena inflasi yang tinggi dibarengi dengan kemandekan ekonomi. Itu makna strategis kunjungan yang berkaitan dengan energi,” jelasnya.
Sementara pada sektor kesehatan, Covid-19 memang sudah mengalami peredaan tetapi penyebaran virus corona belum sepenuhnya aman. Jika perang berlarut-larut tentu berpengaruh pada distribusi vaksin, apalagi di level global capaian vaksinasi masih timpang.
“Ada negara-negara berkembang, negara-negara menengah bawah yang capaiannya masih di bawah 50 persen. Ini sangat berat jika perang terus berlanjut tentu akan berpengaruh pada program-program terkait obat untuk penanganan pandemi, dan saya kira-kira makna kunjungan juga terkait ini,” paparnya.
Berbicara geopolitik atau situasi kawasan, kata Riza, kunjungan Presiden Jokowi tidak akan terlalu nampak karena permasalahan tanggungjawabnya lebih banyak di negara-negara besar. Secara geografis, di Eropa, Asia Tenggara atau Asia pada umumnya tidak terlalu nampak pengaruhnya, kecuali jika perang berlanjut dengan menggunakan persenjataan nuklir.
“Itu efek beratnya mungkin bisa memicu perang dunia ketiga. Tapi proyeksi saya itu agak jauh karena ini lebih banyak dibatasi dampaknya agar secara geografis tidak sampai meluas ke kawasan-kawasan lain,” terangnya.
Ia mengungkapkan bagaimanapun kunjungan Presiden Jokowi memperlihatkan sinyal politik luar negeri Indonesia tetap menginginkan adanya stabilitas di kawasan internasional. Politik luar negeri Indonesia tetap menginginkan perdamaian sebagai tujuan utamanya.
Negara-negara besar selama ini sesungguhnya telah berusaha menengahi konflik tetapi belum menampakkan hasil. Di sinilah keuntungan dan kelebihan Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan di dua negara yang tengah berkonflik.
Jokowi disebut sebagai juru damai yang tulus dan juru damai yang tidak memiliki kepentingan selain berharap agar mereka yang berkonflik segera berdamai. Berbeda dengan negara-negara besar dan negara-negara yang memiliki nuklir yang tergabung dalam aliansi militer yang memiliki kepentingan.
“Turki pernah, Israel pernah, Perancis pernah tetapi mereka tidak genuine. Jadi mereka memihak dan oleh karenanya dipandang dari sisi Rusia mereka dianggap tidak netral. Kita dalam posisi yang netral dan sejak awal kita memiliki konsistensi sikap yang seperti itu,” ujarnya.
Riza mengakui kunjungan memang tidak bisa menghadirkan perdamaian dengan segera tetapi setidaknya mampu menurunkan tensi ketegangan. Agenda paling penting lainnya dari kunjungan Presiden Jokowi adalah memitigasi dampak terhadap pemulihan ekonomi. Bagaimana memitigasi terhadap dampak perang terhadap pemulihan ekonomi.
Soal memitigasi ini tentu yang menjadi misi utama, dan sebagai pengamat Riza optimis menilai hal itu bisa tercapai karena sudah ada beberapa inisiatif, misalnya akan dibukanya koridor untuk suplai pangan. Koridor suplai pangan yang terkait rantai pasok pangan ini sangat penting karena Ukraina selama ini kehilangan akses ekspor.
“Hal ini saya kira yang mengganggu sektor pangan di dunia. Kalau nanti disepakati paling tidak ada pernyataan awal dari kedua belah pihak menggagas koridor terkait rantai pasok pangan, dan saya kira itu capaian yang besar dari pak Jokowi. Kita tunggu juga yang menyangkut energi,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : menpan.go.id