Pemerintah melalui juru bicara Satgas COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, meminta kepada masyarakat untuk segera menambah proteksi diri berupa imunitas tubuh dengan vaksin COVID-19 booster. Hal itu disampaikan pemerintah di tengah meningkatnya kasus COVID-19 dan mensyaratkan wajib booster untuk kegiatan atau aktivitas berskala besar seperti konser.
Dr. dr. Rustamadji selaku ketua Satgas Covid-19 UGM mendukung kebijakan tersebut karena kegiatan publik yang melibatkan orang dalam jumlah banyak berpotensi meningkatkan penularan. Apalagi Omicron varian baru BA.4 dan BA.5 tidak memperlihatkan gejala seseorang terinfeksi.
“Orang yang sudah di booster memiliki kekebalan lebih dibanding yang baru vaksin dua kali. Terlebih lagi dibanding yang belum vaksin sehingga booster ini untuk melindungi dirinya dari kemungkinan paparan orang lain,” katanya di Kampus UGM, Senin (4/7).
Menurutnya, bagi mereka yang sudah booster memang ada kebebasan dan bisa bepergian kemana-mana karena memang memenuhi persyaratan. Berbeda dengan mereka yang sakit tidak boleh kemana-mana dan mereka harus isolasi mandiri.
Dengan kebijakan tersebut memang terkesan membatasi orang lain yang sedang sakit untuk tidak masuk ke ruang-ruang publik. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar tidak menularkan kepada mereka yang sehat dan sudah booster.
“Sehingga apabila ada orang yang sedang sakit diharapkan dirinya harus segera bisa melakukan skrining. Karena Omicron dengan segala variannya BA.4 maupun BA.5 tidak bergejala makanya orang tidak akan tahu kalau tidak diperiksa,” terangnya.
Rustamadji mengakui tidak sedikit dari masyarakat mengabaikan setelah melakukan vaksin 1 dan 2. Bahkan mereka beranggapan dengan vaksin lengkap sudah cukup dan tidak perlu lagi melakukan suntik booster.
Padahal, menurutnya, booster ini mestinya tetap harus dilakukan mengingat penularan masih saja terus terjadi. Dari sisi kasus memang menurun tetapi jika melihat perbandingan dengan bulan-bulan sebelumnya terjadi kenaikan 10 kali lipat saat ini.
“Omicron varian baru menjadikan kenaikan dari rata-rata nasional yang semula 200 per hari menjadi sekitar 2000, artinya naik 10 kali lipat. Ada beberapa kasus kematian ini artinya orang-orang rentan terkena masih ada,” jelasnya.
Untuk itu wajar jika pemerintah kemudian dalam upaya pengendalian penularan mensyaratkan booster untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya massal. Begitu pula untuk pertemuan-pertemuan yang sifatnya di ruang terbuka kembali mengingatkan untuk jaga jarak dan kembali penggunaan masker.
Dari sisi pandang kesehatan, kata Rustamadji, memang selalu memberikan saran seperti itu dan tampaknya pemerintah mendengar soal ini. Untuk pertemuan-pertemuan dalam ruangan-ruangan dengan melibatkan banyak orang melakukan skrining, misal menggunakan tes antigen dan lain-lain.
“Ini perlu dilakukan agar bisa diketahui sehingga kalau ada orang bergejala akan ketahuan, dan bagaimanapun mereka ini berpotensi menularkan. Bergejala pasti menularkan, apalagi mereka yang sudah bergejala flu ringan tidak diperbolehkan, harus diperiksa dengan antigen paling tidak,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : katadata