• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Pengamat UGM: Kurangi Konflik, Ekonomi Yogyakarta Harus Inklusif

Pengamat UGM: Kurangi Konflik, Ekonomi Yogyakarta Harus Inklusif

  • 05 Juli 2022, 15:20 WIB
  • Oleh: Agung
  • 9341
Pengamat UGM: Pengelolaan Ekonomi di Jogja Mestinya Inklusi

Tawuran terjadi di kawasan Babarsari, Jogja, Senin (4/7). Bentrokan di Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok, Sleman, DIY ini merupakan buntut dari kericuhan yang mengakibatkan perusakan tempat hiburan pada Sabtu (2/7) dini hari.

Berulang kali peristiwa semacam ini terjadi di Yogyakarta. Peristiwa seperti ini tentunya mengundang keprihatinan banyak pihak dan tidak dikehendaki masyarakat Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Pelajar.

Sosiolog Ekonomi Perkotaan UGM, Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si., menilai bentrokan terakhir di Yogyakarta tersebut sebenarnya bukan persoalan keamanan tetapi kesannya menjadi persoalan keamanan karena rentetan peristiwa pada akhirnya memunculkan pengrusakan. Baginya Yogyakarta sesungguhnya kota yang sudah cukup kuat sebagai melting pot atau sebagai multi culture society.

“Artinya sebagai multi culture society sudah cukup kuat, cuma problemnya di ekonominya tidak inklusif,"ujarnya di Fisipol UGM, Selasa (5/7).

Kehidupan ekonomi yang bukan inklusif tetapi eksklusif menjadikan pekerjaan rumah bagi banyak pihak untuk merubah ekonomi eksklusif Yogyakarta menjadi ekonomi inklusif. Idealnya, ekonomi seharusnya mengikuti culture karena culture Yogyakarta sudah menerima perbedaan suku dan adat.

Derajad mengungkap dengan ekonomi Yogyakarta yang belum inklusif menjadikan pertumbuhan kota sedikit bermasalah. Pertumbuhan kota, dalam pandangannya, tidak berpijak pada culture yang ada di masyarakat.

“Justru yang kita lihat ekonomi di Yogyakarta kan sepertinya merespons perkembangan kota besar, padahal kalau kota-kota besar kan kehidupan ekonominya cenderung eksklusif," ungkapnya.

Untuk itu, menurut Derajad, pengelolaan ekonomi di Yogya sudah seharusnya inklusi. Artinya pengelolaannya harus disepakati secara bersama. Adanya tempat-tempat hiburan, karaoke mestinya harus diikuti adanya ketentuan yang ditaati atau  dijunjung tinggi sehingga jika kemudian terjadi konflik ada yang menjadi penengah.

“Perbedaan dengan Bali misalnya. Di Bali memiliki pecalang atau polisi adat. Meski tidak perlu seperti itu, tetapi setidaknya aparat pemerintah daerah mestinya cara berpikirnya sudah inklusi. Ini yang jadi masalah di Yogya, masyarakatnya sudah multi culture, inklusif tetapi bisnisnya belum inklusif. Bisnisnya masih as usual, ini yang harus dirubah," terangnya.

Derajad menandaskan bisnis yang dikelola tidak mengikuti perkembangan masyarakat atau kesepakatan-kesepakatan yang ada di masyarakat. Sebagai kota pelajar mestinya tidak harus seperti kota-kota besar.

Yogyakarta sebenarnya butuh ketenangan dan fasilitas-fasilitas mahasiswa yang semestinya diperbanyak bukan fasilitas-fasilitas yang mengundang konflik. Regulasinya tidak harus seperti kota-kota besar lainnya.

“Wilayah Yogyakarta itu istimewa tetapi regulasinya tidak istimewa, regulasinya seperti perkembangan kota Jakarta, Surabaya dan lain-lain. Jadi kita ini tidak tumbuh istimewa seperti masyarakatnya, seperti kratonnya, jadi kita ini tumbuh seperti kota metropolis," ucapnya.

Ia menambahkan regulasi yang ada di Yogyakarta mestinya harus terefleksi atau tercermin dari kondisi masyarakat. Ada poin-poin penting yang perlu untuk ditumbuhkan di Yogyakarta, misalnya soal jam belajar di Yogyakarta yang kini tidak berlaku lagi.

Soal jam belajar ini mestinya menjadi hal yang istimewa. Sayangnya jam belajar ini sudah tidak diikuti lagi karena kota terlanjur tumbuh seperti kota metropolis.

“Kedepan regulasi yang ada mestinya diadaptasikan dengan konsep istimewanya Yogyakarta. Kalau istimewa bagi pelajar adalah jam belajar maka harus diperhatikan. Meski kini tinggal jargon yang tertulis saja karena dalam prakteknya kemudian banyak pelajar atau mahasiswa berkeliaran di mal dan lain-lain. Ini kan memperlihatkan tarikan pertumbuhan kota Yogyakarta sebagai kota metropolis lebih besar," paparnya.

Untuk bisnis-bisnis pendukung, Derajad memberi saran untuk disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang multi culture. Semisal berkembangnya co-working space untuk mahasiswa dan pelajar.

Hal tersebut menurutnya cukup menarik karena Yogyakarta memberikan pertumbuhan cukup besar sehingga mengundang mahasiswa bisa belajar disana. Hal semacam itu tentunya sebagai pertumbuhan yang sesuai dengan Yogyakarta dengan sebutan kota pelajar.

“Tetapi kalau yang tumbuh kemudian adalah karaoke, hotel-hotel, apartemen kan tidak ada bedanya dengan Jakarta, Surabaya dan lain-lain," tandasnya.

Penulis : Agung Nugroho
Foto : Dans Media

Berita Terkait

  • Pengamat: Rekonsiliasi di Ambon Belum Selesai

    Monday,12 September 2011 - 14:53
  • Pengamat: Tinjau Ulang Kebijakan Percepatan Pembangunan Papua

    Thursday,17 November 2011 - 18:36
  • Perubahan Lingkungan Picu Munculnya Konflik

    Wednesday,17 March 2010 - 15:05
  • Pembangunan Yang Hanya Tekankan Pertumbuhan Justru Pertajam Kesenjangan

    Tuesday,11 September 2012 - 10:07
  • ASEAN 2030, Menuju Komunitas Ekonomi Tanpa Batas

    Tuesday,02 September 2014 - 15:13

Rilis Berita

  • Dosen Perikanan UGM Murwantoko Dikukuhkan sebagai Guru Besar 21 March 2023
    Dosen Departemen Perikanan, Prof. Dr. Ir. Murwantoko, M.Si., dikukuhkan sebagai G
    Gloria
  • Komunitas Mahasiswa Hindu UGM Ikuti Tawur Agung di Candi Prambanan 21 March 2023
    Mahasiswa UGM yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Komunitas Mahasiswa Hindu Dharma (UKM
    Ika
  • 40 UMKM Mengikuti Pelatihan Peningkatan Kualitas Proses Pengolahan dan Pengemasan Produk 21 March 2023
    Sebanyak 40 pelaku UMKM mengikuti Pelatihan Peningkatan Kualitas Proses Pengolahan dan Pengemasan
    Agung
  • UGM Kembangkan Aplikasi TOMO Untuk Penanganan Tuberkulosis Resisten Obat 21 March 2023
    Penyakit tuberkulosis (TB) masih menjadi persoalan kesehatan di Indonesia. Dalam lapora
    Ika
  • Entrepreneur di Bidang Peternakan Masih Minim 21 March 2023
    Meski masih terbuka lebar Indonesia masih kekurangan entrepreneur di bidang peternakan. Data Bada
    Agung

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual