Yogya (KU) – Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Boediono, menegaskan dirinya siap bertanggung jawab atas kasus Bank Century. Sebagai orang yang diberikan amanah saat menjabat Gubernur Bank Indonesia, dirinya merasa telah menjalankan amanah dan mengambil kebijakan terbaik bagi bangsa saat terjadi krisis pada 2008.
“Saya siap untuk bertanggung jawab dunia akhirat. Sebagai warga negara, saya menjalankan amanah publik. Saya tetap pegang tegung amanah. Saya siap apa adanya,” kata Boediono dalam diskusi dengan peserta kuliah umum di Balai Senat UGM, Senin (3/5). “Saya berniat dan ingin membawa bangsa ini menjadi lebih baik. Kalau ada masalah hukum, mari selesaikan. Tapi kalau tidak ada, jangan diada-adakan,” tambahnya.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., Boediono menceritakan saat pengambilan kebijakan bailout Century, Indonesia dihadapkan pada situasi ancaman krisis yang mirip tahun 1997-1998. Kebijakan untuk menutup satu bank kecil dikhawatirkan akan berdampak sistemik terhadap bank lain akibat munculnya rumor yang tidak jelas di masyarakat. “Kita menghadapi krisis sangat mencekam, bulan September, Oktober, dan November. Jangan sampai lepas kendali seperti krisis tahun 1998. Rumor ada bank-bank yang masalah, satu bank yang tutup akan berdampak sistemik,” katanya.
Penyelamatan Bank Century, menurut Boediono, ibarat menyelamatkan rumah yang terbakar di tengah kampung. Agar tidak menjalar ke rumah yang lain, harus segera dipadamkan. “Kita menghadapi keadaan rumah yang terbakar di tengah kampung. Kita selamatkan agar tidak menjalar ke rumah yang lain. Apalagi kalau rumah yang terbakar itu dirampok. Jika ada yang merampok, maka harus dihukum,” imbuhnya.
Menjawab pertanyaan seorang mahasiswa terkait dengan kebijakan ekonomi yang dilakukannya setelah menjabat sebagai Wapres, secara tegas Boediono menuturkan saat ini pemerintah tengah memprioritaskan program peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam waktu cepat melalui pertumbuhan ekonomi. “Kita berusaha meningkatkan kesejahteraan dalam waktu segera sehingga masyarakat tidak harus menunggu lama. Kita ingin pertumbuhan ekonomi mutlak, tidak dinikmati oleh beberapa orang, tapi untuk banyak orang,” terangnya.
Untuk menangani masalah kemiskinan, pemerintah kini telah melakukan beberapa program penanggulangan kemiskinan secara intensif dan menyeluruh, salah satunya melalui program PNPM dan percepatan pembangunan infrastruktur untuk menjalin konektivitas antardaerah.
Sementara itu, Mendiknas RI, Muhammad Nuh, mengatakan setelah dibatalkannya UU BHP, pemerintah tengah mempersiapkan perpu yang ditargetkan selesai dalam tahun 2010. Kendati begitu, dirinya sependapat jika apapun bentuk payung hukum yang dikeluarkan pemerintah nantinya tidak mengarah pada bentuk komersialisasi kampus. “Universitas harus nirlaba. Prinsip otonomi tetap dijalankan, tidak mungkin universitas harus dikontrol terus dari pusat. Kita berikan keleluasaan, terutama otonomi pengelolaan sumber daya,” tuturnya.
Di samping itu, universitas juga harus mengedepankan prinsip keadilan bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam akses pendidikan. Dalam pengelolaannya, universitas juga dituntut melaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. (Humas UGM/Gusti Grehenson)