Yogya (KU) – UU Hak Cipta terbukti tidak mampu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak moral secara memadai. Terbukti, hak cipta tidak menjadi pertimbangan dalam proses penciptaan karya seni dan karya cipta lainnya. Lebih dari itu, UU Hak Cipta semakin tidak mampu menjadi pelindung kepentingan pencipta.
UU Hak Cipta sudah selayaknya direkonstruksi dengan memperkuat norma pengakuan, penghormatan, dan perlindungan terhadap hak moral setara dengan hak ekonomi. “Arahnya dengan merujuk dan menyandarkan pada kaidah dan norma-norma perlindungan hak moral harus menjadi pilar utama UU Hak Cipta dan nilai-nilai budaya bangsa harus menjadi karakternya,” kata Deputi Seswapres Bidang Administrasi, V. Henry Soelistyo Budi, S.H., L.L.M., dalam ujian terbuka promosi doktor Program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM. Ujian dilaksanakan di Sekolah Pascasarjana, Senin (3/5). Bertindak selaku promotor, Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S., dan ko-promotor, Prof. M. Hawin, S.H., L.L.M., Ph.D.
Disampaikan Henry, dalam era ekonomi global, eksploitasi karya cipta semakin intensif, kompleks, dan multifaktor sehingga cenderung mengabaikan penghormatan terhadap hak moral pencipta. Bahkan, kemajuan teknologi informasi telah mereduksi norma-norma perlindungan hak moral seiring dengan melemahnya kesadaran hukum dan rapuhnya ketidakpastian hukum. “Suatu kondisi yang sangat membahayakan tatanan dan sendi-sendi kehidupan bangsa,” kata pria kelahiran Solo, 27 September 1955 ini.
Dalam disertasi yang berjudul “Perlindungan Hak Moral menurut Hukum Hak Cipta di Indonesia”, Henry menyampaikan norma pengaturan hak moral harus ditegaskan dalam konsepsi hak cipta, berikut aturan untuk menuntun perilaku penghormatan dan jaminan perlindungan yang efektif, workable, dan memadai.
Dalam penelitian Henry, UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta diusulkan untuk direvisi dan disempurnakan dengan difokuskan pada penguatan konsepsi hak moral dan norma-norma perlindungan dengan mendasarkan pada nilai-nilai budaya bangsa, termasuk aturan hukum adat dan kearifan lokal.
Untuk memperkuat budaya hukum yang bersendikan etika pengakuan, penghormatan, dan penghargaan terhadap hak moral, pemerintah perlu melakukan sosialisasi tentang konsepsi perlindungan hak moral, terutama untuk kalangan pengguna ciptaan, seperti media radio, televisi, impresariat, penerbit, PH, perusahaan iklan, kalangan seniman tari, musisi dan pelukis, serta menerbitkan buku panduan etika pengguna hak cipta.
Ketua Tim Penguji, Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., L.L.M., dalam ujian promosi tersebut menyebutkan promovenduz berhasil lulus doktor dengan predikat cum laude. Promovendus tercatat sebagai lulusan doktor ke-49 Fakultas Hukum dan yang ke-1217 UGM.
Tampak hadir menyaksikan ujian tersebut, Wapres RI, Prof. Dr. Boediono, Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, dan Wakil Rektor Senior Bidang Administrasi, Keuangan, dan SDM UGM, Prof. Ainun Na’im, M.B.A., Ph.D. (Humas UGM/Gusti Grehenson)