Belakangan ini ramai diperbincangkan dugaan penyelewengan dana oleh organisasi filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Universitas Gadjah Mada sendiri mengembangkan lembaga kemasyarakatan yang dinamakan Rumah Zakat, Infaq, dan Shodaqoh Universitas Gadjah Mada (RZIS UGM). RZIS UGM ditetapkan sebagai Unit Pengumpul Zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) pada Oktober 2016. Pengurus Unit Pengumpul Zakat RZIS UGM terdiri dari enam dewan penyantun, ketua, wakil ketua, bendahara, dan lima anggota staf.
Menyikapi isu yang berkaitan dengan penyalahgunaan donasi masyarakat, Manajer Umum RZIS UGM, Elly Kartika Suryaningsih, S.P., mengaku tidak setuju jika para pimpinan ACT diberikan fasilitas yang mewah untuk operasionalnya. Menurutnya, lembaga yang menggalang dari dana donasi memang berbeda dengan yang menggalang dana dari zakat. Dana yang dihimpun dari dana zakat, infak, shodaqoh, dan wakaf (ZISWAF) menurut Alquran disalurkan kepada delapan golongan asnaf. Dana dari donasi mungkin bisa digunakan lebih fleksibel, tetapi mobil mewah yang digunakan untuk operasional pimpinan lebih baik digunakan untuk kepentingan setiap cabangnya.
“Kalau kami, di bawah arahan Baznas, diberikan arahan kalau dana infak bisa digunakan untuk operasional sampai 20%, namun selama ini kami tidak menggunakan secara optimal, secukupnya saja,” papar Eli, Kamis (14/7).
Selain itu, Elly juga tidak setuju dengan program ACT yang berfokus banyak kepada Palestina. Ia berpandangan akan lebih baik jika programnya difokuskan untuk membantu masyarakat Indonesia. Ia juga menuturkan bahwa terlepas dari isu penyelewengan dana, ACT memiliki poin bagus dalam hal menggalang dana, kampanye, dan promosi.
“Kalau saya pernah dengar, untuk ambil foto pun ada kriteria khusus yang diterapkan agar bisa diterima. Nah hal tersebut yang pengin kami terapkan di RZIS, jadi teman-teman tidak hanya asal foto, tapi foto itu bisa bercerita,” ujarnya.
Elly menyampaikan bahwa RZIS UGM memiliki banyak program yang dilaksanakan, diantaranya adalah pembagian sembako untuk masyarakat sekitar UGM, sedekah air untuk warga DIY, beasiswa bagi mahasiswa diploma dan sarjana, beasiswa pelajar yang tidak mampu, santunan kepada tunanetra berupa uang tunai dan sembako yang tersebar di seluruh Provinsi DIY, penyebaran zakat fitrah, mengelola hewan kurban, membantu pembayaran hutang bagi yang tidak mampu dan sebagainya.
RZIS UGM saat ini mencatat terdapat 800 donatur, 1251 mustahik, dan 966 penerima beasiswa.
“Dana donasi proporsinya lebih banyak dana eksternal. Kalau internal kan terdiri dari civitas akademika UGM, itu memang ada yang potong gaji dari karyawan UGM tapi tidak seberapa. Jadi memang lebih banyak dari jamaaah yang salat di masjid kampus,” ujar Elly.
Elly memberikan tips agar lembaga filantropi memberikan transparasi keuangannya dan memublikasikan kepada masyarakat secara berkala. Selain itu, dari masyarakat sendiri jangan mudah percaya kepada lembaga yang hanya mengunggah penyaluran dana di media social, namun tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Misal ada lembaga yang memberikan bantuan pada ibu X di desa A, kalau ada kerabat atau kolega di desa tersebut, bisa dikonfirmasi apakah benar lembaga yang bersangkutan memberikan bantuan kepada Ibu X. Sekarang informasi penerima donatur banyak diunggah, ini bisa di cek apakah lembaga tersebut terpercaya atau tidak,” tuturnya.
Masyarakat UGM bisa mengakses informasi mengenai kabar penyaluran donasi, kabar penghimpunan, agenda dan laporan keuangan RZIS pada website https://rumahzis.ugm.ac.id/
Penulis: Desy