Dalam menghadapi krisis suatu perusahaan dapat berkomunikasi dengan konsumennya melalui siaran pers di situs atau media sosial yang dimiliki. Upaya komunikasi krisis ini untuk membantu konsumen sekaligus melindungi korban potensial dari bahaya dan dari upaya komunikasi ini diharapkan mampu melindungi reputasi perusahaan dari kerusakan yang mengiringi krisis.
“Respons krisis yang etis harus memenuhi prioritas ini. Sebagai respons etis yang utama perusahaan melakukan komunikasi simetris dengan konsumen. Yang simetris ini merupakan bentuk etis yang tidak terpisahkan dari komunikasi,” ujar Arif Muanas, S.E., M.Sc., di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Jumat (15/7).
Dalam ujian untuk mendapatkan gelar doktor, Aris mengungkapkan berbagai jenis respons krisis dapat membantu atau menghambat pemulihan reputasi perusahaan. Ketika berfokus pada perbaikan reputasi maka suatu respons krisis seharusnya terkait dengan situasi krisis.
Perbaikan reputasi diawali dengan menentukan situasi krisis dan tingkat pertanggungjawaban krisis yang dibingkai di media. Komunikator krisis dapat menentukan tingkat pertanggungjawaban yang diatribusikan oleh konsumen kepada perusahaan dan mengharapkan tingkat kerusakan reputasi yang sepadan dengan atribusi itu melalui pengidentifikasian situasi krisis.
“Mengutip pendapat Coombs tahun 1998 maka semakin tinggi tingkat pertanggungjawaban krisis yang dibebankan ke perusahaan maka strategi respons yang lebih akomodatif seharusnya dipilih oleh perusahaan. Sebaliknya, semakin rendah pertanggungjawaban maka semakin defensif strategi yang seharusnya diterapkan,” ucapnya.
Strategi respons krisis ini, disebutnya sebagai bagian dari komunikasi krisis yang lebih besar. Strategi respons krisis terdiri dari tiga macam, yaitu informasi instruksi, informasi penyesuaian, dan perbaikan reputasi. Kembali menyitir pendapat Coombs (2007b), ia menyampaikan informasi instruksi adalah informasi yang disampaikan oleh perusahaan tentang cara konsumen untuk melindungi dirinya dari kerugiaan krisis, sedangkan informasi penyesuaian adalah informasi yang disampaikan oleh perusahaan tentang pernyataan simpati perusahaan kepada korban krisis dan tindakan yang telah dilakukannya untuk mencegah terulangnya krisis.
“Siomkos dan Kuzbard di tahun 1994 mengusulkan respons krisis yang paling efektif oleh perusahaan berupa penarikan sukarela dan usaha super. Selanjutnya, informasi instruksi, informasi penyesuaian, dan perbaikan reputasi dapat diimplementasikan secara individual maupun dikombinasikan,” tutur Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Raden Mas Said Surakarta.
Mempertahankan disertasi berjudul “Pengaruh Respons Perusahaan atas Krisis Kegagalan Produk pada Reaksi Konsumen”, penelitian Arif Muanas menyimpulkan respons krisis perusahaan atas krisis (yang sesuai dengan tipe krisis) dapat menurunkan atribusi pertanggungjawaban dari konsumen sehingga tidak ada satupun jenis respons krisis yang paling tepat untuk semua tipe krisis.
Meski begitu, untuk tipe-tipe krisis yang disebabkan oleh pihak internal (perusahaan), respons krisis yang menyertakan respons dasar lebih lemah daripada respons yang tidak menyertakan respons dasar dalam hal pengaruhnya terhadap atribusi pertanggungjawaban. Secara ringkas, penurunan atribusi berdampak pada peningkatan reputasi organisasional, dan akhirnya,peningkatan reputasi organisasional menurunkan tindakan konsumen untuk melakukan getok tular negatif.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Kumparan