Oleh: Prof.Ova Emilia, M.Med.Ed. Sp.OG(K)., Ph.D.
UGM berkomitmen untuk menjadi kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Bentuk dari komitmen tersebut telah diwujudkan melalui hadirnya Peraturan Rektor UGM nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat UGM. Hadirnya Peraturan Rektor ini menjadi salah satu langkah nyata, bagaimana universitas menjaga standar nilai dan harkat kemanusiaan serta mewujudkan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh komponen masyarakat universitas dari segala bentuk tindak kekerasan seksual.
Penghapusan kekerasan seksual dan perundungan telah menjadi isu penting yang dipertimbangkan dalam penyelenggaraan kampus yang sehat di UGM. Berbagai kebijakan yang ada disusun dengan pertimbangan bahwa kampus idealnya menjadi ruang yang kondusif dan aman dari berbagai praktik kekerasan.
Upaya untuk membentuk kampus yang kondusif dan bebas dari adanya tindak kekerasan seksual tentu perlu dikawal dengan pembentukan sistem, serta penguatan komitmen bersama, hingga membentuk budaya akademis dalam habitus keseharian sivitas UGM. Peraturan Rektor ini hadir terlebih dahulu sebelum lahirnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dan dibentuknya Satuan Petugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
UGM secara resmi juga meluncurkan laman khusus ‘Pusat Krisis’, sebagai kanal pelaporan ataupun pengaduan terhadap tindak kekerasan yang dialami sivitas kampus. Keberadaan kanal ini sekaligus menggenapi kerja Unit Layanan Terpadu (ULT) yang senantiasa memberikan respons cepat terhadap laporan adanya tindak kekerasan seksual di kampus. Harapannya upaya ini mampu memberikan manfaat bagi semua pihak, sekaligus menjadi bagian dari langkah nyata UGM dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh sivitas, serta memerangi segala bentuk tindak kekerasan seksual di lingkungan pembelajaran universitas. Hadirnya Pusat Krisis diharapkan juga menjadi tempat promosi dan edukasi agar pelapor dan penyintas mau melaporkan kasus yang menimpa.
Secara masif UGM juga akan melakukan sosialisasi kepada seluruh civitas kampus dengan harapan agar literasi mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan meningkat, selanjutnya ada peningkatan keterampilan mengatasi kekerasan seksual, workshop series tentang SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual termasuk aspek-aspek legalnya, dan lainnya.
Keprihatinan UGM ini juga sejalan dengan pernyataan Mendikburistek yang melihat tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang Januari hingga Juli 2021 yang mencapai 2.500 kasus. Menurut Mendikbukristek dampak dari kekerasan seksual ini bisa sampai jangka panjang hingga permanen dan memengaruhi masa depan perempuan khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Untuk itu UGM terus mendorong agar kampus menjadi tempat yang sehat, termasuk bebas dari perundungan dan kekerasan seksual. Lingkungan belajar abad 21 yang identik dengan kampus sehat, kampus nyaman dan kampus aman menjadi perhatian serius bagi UGM.
Gerakan Berani Bicara
Menilik besarnya jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di dunia pendidikan ini menjadi keprihatinan banyak pihak. Data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) periode 2015-2020 (Agustus) menunjukkan bahwa kekerasan juga terjadi di lingkungan pendidikan yang menempati peringkat pertama yaitu 27%, kemudian berdasarkan 174 testimoni dari 79 perguruan tinggi yang terdapat di 29 kota, terdapat sebanyak 89% perempuan dan 4% laki-laki menjadi penyintas kekerasan seksual, dari 77% dosen menyatakan kekerasan seksual sudah terjadi di lingkungan perguruan tinggi dan 63% tidak berani melaporkan kejadian yang dialami.
Kondisi ini cukup memprihatinkan karena masih banyak yang tidak berani melaporkan kekerasan seksual yang dialami. Ketidakberanian ini bisa disebabkan karena bukti yang dimiliki tidak kuat maupun tidak mengerti saluran yang harus dihubungi ketika menjadi korban. Mereka justru takut jika sewaktu-waktu dilaporkan balik karena telah mencemarkan nama baik.
Untuk itu, hadirnya Peraturan Rektor UGM nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat UGM serta Pusat Krisis di laman UGM ini bisa menjadi payung hukum dan sarana bagi seluruh sivitas kampus yang menjadi penyintas kekerasan seksual untuk berani melapor. Harapannya, adanya keberanian untuk melapor tersebut maka ke depan akan mengurangi atau tidak ada lagi pihak-pihak yang berani untuk mencoba melakukan tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Kekerasan seksual di perguruan tinggi tidak dapat bebas dari berbagai ancaman kekerasan yang bersifat verbal, tertulis, dan tindakan. Kekerasan seksual menurut peraturan Kemdikbudristek Nomor 30 tahun 2021 adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang badan maupun fungsi reproduksi seseorang, yang disebabkan adanya ketimpangan relasi gender, yang berakibat pada penderitaan psikis, fisik yang menimbulkan kesulitan kesehatan seseorang yang berdampak pada hilangnya kesempatan mewujudkan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal. Kekerasan di perguruan tinggi merupakan petunjuk komitmen lembaga dalam menciptakan lingkungan perguruan tinggi yang ramah gender dan bebas dari kekerasan seksual. Adanya peraturan tersebut melahirkan payung hukum baru dalam menghadapi kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. (Nikmatullah, 2020). Dengan begitu kekerasan seksual dapat dialami baik perempuan atau laki-laki dalam semua jenis kelamin.
Adanya kejadian penyintas tidak berani melapor dikarenakan adanya kekhawatiran tidak memiliki bukti. Hal tersebut akan membuat pelaku justru melaporkan penyintas dengan tuduhan melakukan pencemaran nama baik. Penyebab lainnya berupa tidak adanya aturan maupun mekanisme yang jelas sehingga penyintas tidak mengetahui secara pasti yang harus dilakukan, menimbulkan kebingungan kemana tempat untuk lapor, dan prosedur yang harus ditempuh. Oleh karena itu adanya peraturan Kemdikbudristek Nomor 30 tahun 2021 memberikan angin segar dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.