Pandemi Covid-19 telah mempercepat pergerakan revolusi pendidikan 4.0 dan kesiapan society 5.0. Dunia pendidikan dituntut bisa dengan cepat merespons dan beradaptasi dengan perubahan yang berjalan pesat dan dinamis di era digital saat ini, termasuk pendidikan kedokteran dan kesehatan.
“Merespons perubahan di era digital ini Kemendikbudristek melakukan transformasi kebijakan pendidikan yang salah satunya adalah program MBKM,” kata Plt. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbudristek, Dr. Ir. Sri Gunani Partiwi, M.T., di acara Postgraduate Symposium 2022: Use of Digital Resources in Medical and Health Postgraduate Education, Jumat (12/08) yang digelar secara hybrid.
Melalui program MBKM, pemerintah berupaya membangun sumber saya manusia yang andal dan berdaya saing dengan menyiapkan talenta-talenta digital melalui transformasi pendidikan 4.0. Lalu, prioritas riset diarahkan pada pengembangan kecerdasan buatan (AI), inovasi dan hilirisasi serta sinergi dengan industri dan mitra.
Lebih lanjut Sri Gunani memaparkan arah transformasi kebijakan pendidikan kedokteran dan kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Transfromasi pada standar pendidikan, standar kompetensi dan kurikulum dengan adapatsi revolusi industri 4.0 dan society 5.0, penguatan keterampilan abad 21, penguatan softskill humanisme dan nasionalisme serta penguatan nilai pendidikan berbasis interprofesional.
Lalu, Academic Health System (AHS) untuk akselerasi transformasi SDM kesehatan. Hal itu dilakukan dengan pembentukan konsorsium program pendidikan dokter spesialis berbasis wilayah AHS, penguatan layanan primer dengan prodi Kedokteran Keluarga Layanan Primer, serta percepatan pemenuhan dosen
Berikutnya, penjaminan mutu berbasis kajian akademis. Dimulai dari sistem seleksi dan kuota mahasiswa baru, pembinaan peningkatan akreditasi, sistem uji bertahap, serta monev implementasi SNPK.
“Penguatan penelitian translasional dan teknologi kesehatan dengan mendorong hilirisasi alkes dan obat-obatan hasil riset kesehatan dengan skema kedaireka dan matching fund,” imbuhnya.
Sementara Kepala Pusat Inovasi dan Kebijakan Akademik UGM, Dr. Hatma Suryatmojo, dalam kesempatan itu menyampaikan terdapat beragam tantangan dalam transformasi pendidikan. Dalam pendidikan modern saat ini lembaga perguruan tinggi tidak hanya dituntut untuk mampu melahirkan talenta yang berdaya saing di tingkat global. Namun, juga perguruan tinggi diharapkan dapat fleksibel dan adaptif terhadap perubahan kebutuhan karakter talenta yang berbeda di setiap masanya.
Selain itu, perguruan tinggi juga harus bisa mengembangkan learning outcome yang adaptif terhadap kebutuhan spesifik. Lalu, memfasilitasi perolehan hybrid knwoledge dan hybrid skills yang selalu berkembang, menghasilkan talenta yang menguasai keterampilan esensial, pemecahan masalah, kepemimpinan, kewirausahaan dan lainnya, serta mendekatkan mahasiswa dengan dunia usaha dan industri.
Hatma menyampaikan untuk memperkuat kompetensi, mahasiswa dapat memaksimalkan penggunaan berbagai sumber pembelajaran melalui berbagai macam platform digital, salah satunya melalui Youtube. Selain itu, juga sumber pembelajaran lain seperti online courses, online specializations, online certificates, maupun online degree programs.
“Jadi, mahasiswa tidak hanya bisa memperkuat kompetensi di laboratorium, rumah sakit, dan di kelas, tetapi juga dapat memperkuat kompetensi melalui sumber-sumber tersebut,” tuturnya.
Sesi simposium turut menghadirkan narasumber internasional maupun nasional. Beberapa diantaranya adalah Assoc. Prof. Goh Poh Sun, MBBS., FRCR., FAMS., MHPE., FAMEE. National University of Singapore; Dr. Teguh Haryo Sasongko International Medical University, Malaysia dan Landry Haryo Subianto Kepala Kebijakan Publik at Meta. Selain simposium juga digelar kegiatan debat dan Research Pitch Contest.
Penulis: Ika