Krisis pangan sebagai sebuah ancaman global diarahkan untuk dipecahkan menggunakan pendekatan kolaborasi untuk membangun pemahaman dan mendorong solusi yang holistik dan terintegrasi. Artinya, krisis pangan tidak hanya dilihat sebagai permasalahan produksi pangan semata tetapi juga berkaitan erat dengan permasalahan teknologi, tata guna lahan, dan perubahan iklim.
Demikian disampaikan Ketua Senat Akademik UGM, Prof. Dr. Sulistiowati, S.H., M.Hum., saat membuka serial Workshop Kebijakan Flagship Penelitian Universitas Gadjah Mada terkait Ketahanan Pangan di Balai Senat, Selasa (23/8).
Berbicara soal ketahanan pangan, menurut Sulistiowati, yang juga tidak kalah penting menyangkut kebijakan pertanian di tingkat internasional, misalnya agreement on agriculture dari World Trade Organization hingga ke tingkat lokal yang berkaitan dengan keberpihakan kepada petani. Oleh karenanya, sebuah kebijakan tentang flagship penelitian memerlukan bidang prioritas yang nantinya akan menjadi daya saing penelitian UGM tidak saja di Indonesia tetapi juga di dunia internasional.
Untuk itu, soal ketahanan pangan ini dapat dilanjutkan sebagai bidang prioritas penelitian ke depan. Indonesia sebagai bagian dari komunitas global juga tidak terlepas dari kondisi tersebut baik sebagai kontributor maupun penerima dampak.
“Dalam konteks inilah dunia penelitian dan pengembangan termasuk universitas di dalamnya dituntut untuk memainkan perannya di dalam memberikan sumbangsih pemikiran dan tindakan yang dapat menjadi jawaban atas tantangan yang kita hadapi bersama,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama, Ignatius Susatyo Wijoyo, M.M., menyatakan perkembangan isu di level global dan lokal terkait perubahan iklim dalam konteks pentingnya mengembangkan IPTEKS untuk merumuskan solusi terhadap isu lingkungan-teknologi terkait energi biru (blue energy), enerji hijau (green energy), blue economy, sirkuler ekonomi, perkembangan digital teknologi informasi terkait era Industri 4.0 dan masyarakat 5.0 serta masalah disrupsi sosial-ekonomi-budaya terkait fenomena pandemi Covid 19 (volatility, uncertainty,complexity and ambiguity) yang terjadi dalam skala global menjadi hal yang sangat urgent untuk diperhatikan dalam merumuskan kebijakan penelitian terkait Flagship Penelitian di UGM.
Saat ini, katanya, secara nasional kebijakan kegiatan penelitian berada di 2 (dua) institusi utama nasional yaitu Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN). Mendiskusikan kebijakan flagship penelitian terkait ketahanan pangan, menurutnya, ada 4 poin menarik yang bisa dibicarakan, yaitu soal integrasi rantai pasok pangan yang efektif, efisien dan meningkatkan kesejahteraan petani/peternak di hulu, memenuhi kedaulatan pangan dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), dan peran UGM sebagai Kecerdasan Kolektif di tingkat nasional seperti keterlibatan “Tim Patriot Pangan” atau Tim Ketahanan Pangan Kemendikbudristek, Buku Putih tentang “Gagasan Bulaksumur Membangun Kedaulatan Pangan Nusantara” yang diserahkan ke Presiden Jokowi.
“Juga soal integrasi pendekatan pendidikan, riset inovasi teknologi tepat guna, community development dan policy advocacy dengan melihatkan multi/transdisiplin, dan mendorong penerapan integrated smart farming dalam mendukung ekonomi sirkular di bidang pangan,” katanya.
Prof. Dr. Suratman, M.Sc, Ketua Komisi 2 SA UGM, menambahkan tradisi research di UGM sampai sekarang terus mengakar kuat di lingkungan para dosen, peneliti, laboratorium, fakultas, pusat studi. Oleh karenanya, banyak rekam jejak berupa temuan-temuan penelitian yang bisa dihilirisasi.
“Oleh karena itu, kita mendorong sesuai dengan RIK (Rencana Induk Kampus) sesuai renstra bu Rektor memasukkan riset flagship ini akan menjadi penggerak inovasi bangsa dan ekonomi bangsa,” ucapnya.
Penulis : Agung Nugroho