Rumah adat Bale Bayan pada masyarakat adat Sasak Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, merupakan bangunan rumah tradisional dari hasil peninggalan akumulasi pengetahuan lokal masyarakat sejak lama yang berhasil menggabungkan faktor ekologis dan geografis serta struktur fisik bangunan yang tahan terhadap gempa bumi. Tidak heran pada bencana gempa bumi Lombok tahun 2018 lalu, sebagian besar rumah Bale Bayan tetap kokoh berdiri. Sedangkan sebagian besar rumah-rumah modern luluh lantak diterjang gempa.
Mahasiswa UGM Teliti Rumah Tahan Gempa Suku Sasak Bayan
Empat mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada yang terdiri dari Adji Saiddinullah (Geografi 2019), Herkin Yossyafaat (Hukum 2020), Ubaidillah Hanif (Fisipol 2020), dan Rhiza Perdana Aldeansyah (Sekolah Vokasi 2020) dengan dosen pembimbing Alia Fajarwati, S.Si., M.IDEA melakukan riset untuk mengkaji nilai-nilai ilmiah kearifan lokal Bale Bayan pada masyarakat adat Sasak Bayan, Lombok Utara.
Adji Saiddinullah mengatakan ketertarikan mereka melakukan riset dilatarbelakangi atas kekokohan rumah adat Bale Bayan dari terjangan gempa. Disamping mengkaji tingkat kekokohannya, tim mahasiswa juga melakukan kajian soal kearifan lokal yang tumbuh pada masyarakat adat tersebut. Namun begitu, nilai kearifan lokal Bale Bayan, kata Adji, kini mulai tergerus oleh modernisasi pembangunan dengan masifnya pembangunan rumah-rumah modern. “Kami ingin menguak fakta-fakta ilmiah dari kearifan lokal Bale Bayan sebagai upaya peneguhan eksistensi kearifan lokal ini di tengah modernisasi pembangunan,” ujar Adji selaku ketua tim, Jumat (2/8).
Berdasarkan hasil penelitian yang mereka lakukan, kearifan lokal Bale Bayan menurut Adji mempunyai peran penting dalam pengurangan risiko bencana gempa bumi. Apabila ditinjau dari konteks pengurangan risiko bencana, rumah Bale Bayan mengandung nilai-nilai mitigasi bencana struktural dan non-struktural. Mitigasi bencana non-struktural terwujud dalam empat dimensi meliputi nilai, pengetahuan, pengambilan keputusan, dan solidaritas kelompok yang terbentuk pada kehidupan masyarakat adat Sasak Bayan. Sementara itu, dari sisi mitigasi bencana struktural terwujud melalui konstruksi fisik bangunan rumah adat Bale Bayan yang tahan gempa.
Berbeda dengan rumah-rumah modern, imbuhnya, rumah adat Bale Bayan mengandung nilai-nilai filosofis yang berangkat dari pengalaman historis antar generasi. Salah satunya ialah masyarakat adat meyakini keberadaan Tuhan sebagai pencipta dan penguasa alam semesta yang teraktualisasi dalam struktur bangunan rumah di mana terdapat 6 tiang penyangga inan bale yang merepresentasikan rukun iman, 5 tiang penyangga di tiap sisi luar rumah yang merepresentasikan rukun Islam, dan satu tiang yang menjulang tinggi di bagian inan bale yang menunjukkan bahwa Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Adapun ditinjau dari analisis struktural tektoniknya, kekuatan struktur rumah adat Bale Bayan dimodelkan untuk tiap elemen penyusunnya dan dianalisis sehingga diperoleh hasil bahwa struktur penyusun Bale Bayan aman terhadap gempa.
Di tengah masifnya pembangunan rumah modern di kawasan perkampungan Sasak Bayan, menurut pandangan Adji, nilai kearifan lokal rumah adat Bale Bayan dapat menjadi acuan model pembangunan rumah tahan gempa di Lombok Utara. Harapannya melalui riset ini dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun kebijakan dengan memperhatikan kearifan lokal sebagai langkah efektif pengurangan risiko bencana gempa bumi.
Selain itu, kata Adji, riset yang dilakukan tim mereka diharapkan memiliki kontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada aspek membangun pemukiman yang inklusif, aman, tahan lama, dan berkelanjutan. “Kajian ini sangat potensial menjadi rujukan penyusunan kebijakan pembangunan berbasis kearifan lokal di Indonesia,” katanya.
Penulis : Gusti Grehenson