Universitas Gadjah Mada (UGM) berencana merekognisi dan mengkonversi kegiatan aktivisme para mahasiswa. Dengan kata lain, berbagai kegiatan aktivisme yang dilakukan oleh para mahasiswa akan diakui dan dapat dihitung sebagai Satuan Kredit Semester (SKS). Hal ini disampaikan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM, Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si., dalam forum diskusi “Pemikiran Bulaksumur #17” pada Sabtu, (17/9).
Dr. Arie Sujito menjelaskan rencana tersebut adalah bagian dari agenda pemaduan dunia akademik dengan non-akademik di kehidupan mahasiswa. Perlu diketahui, dunia akademik dimaksudkan kepada berbagai kegiatan akademik, substansi yang dirumuskan dalam kurikulum perkuliahan, ragam aktivitas pendidikan dan pengajaran terutama di kelas dengan ragam. Sedang dunia non-akademik adalah pada pengembangan diri melalui berbagai kegiatan produktif (ekstra dan intrakurikuler) yang di dalamnya menjadi arena persemaian leadership, skill manajerial, dan kreativitas yang cerdas.
Arie Sujito menegaskan UGM berkomitmen mendidik, menggembleng, mahasiswa sebagai calon pemimpin muda agar berkemampuan matang dan secara mental dan moral dia juga memiliki kecerdasan intelektual yang bermakna. Untuk mencapai tujuan itu, ia percaya bahwa dunia akademik dan non-akademik mahasiswa perlu untuk dipadukan.
“Ternyata ada banyak aktivitas mahasiswa UGM kita itu yang luar biasa (untuk perlu diakui), tidak hanya sekedar (kegiatan) destruktif yang digambarkan di media terakhir ini, (yakni) soal aksi pembakaran jaket almamater,” tutur Dr. Arie Sujito dalam diskusi tersebut.
“Konversi aktivisme menjadi Satuan Kredit Semester (SKS) adalah bentuk apresiasi kampus kepada mahasiswa yang mengabdi pada masyarakat,” tambahnya
Dr. Arie Sujito melihat kedua dunia kehidupan mahasiswa tersebut selama ini terus dipisahkan. Akibatnya, mahasiswa yang aktif dalam bidang akademik mengalami kelemahan pada keahlian sosialnya, begitu juga sebaliknya dengan mahasiswa yang aktif dalam kegiatan aktivisme memiliki kelemahan dalam bidang akademiknya. Keterpisahan antara kedua dunia kehidupan mahasiswa tersebut juga yang kemudian menciptakan eksklusivitas diantara mereka.
“Kita bisa tahu persis bahwa seringkali kalau mahasiswa aktif kegiatan kemahasiswaan – akademiknya ditinggalkan. Atau sebaliknya, mahasiswa aktif kegiatan akademik – kegiatan sosial aktivitasnya ditinggalkan. Ini akhirnya mereka mengalami eksklusivitas yang aktivis merasa sok aktivis, yang akademik merasa sok akademis,” tutur Dr. Arie Sujito.
Definisi Kegiatan Aktivisme Bukan Hanya Soal Demonstrasi
Perlu diketahui, definisi yang digunakan di atas tidak hanya perihal kegiatan demonstrasi. Dr. Arie Sujito menjelaskan bahwa dewasa ini definisi kegiatan aktivisme mahasiswa sudah mengalami perluasan makna dan praktik. Kegiatan aktivisme mahasiswa mencakup banyak hal, mulai dari pengabdian sosial, kerelawanan, pengembangan teknologi, dan seterusnya.
“Ia (kegiatan aktivisme) mengalami perluasan makna dan praktik. Hal ini seperti pemberdayaan sosial, advokasi kebijakan, kerelawanan, kemanusiaan, entrepreneurship, aktivitas dalam gerakan teknologi alternatif dan seterusnya,” jelas Dr. Arie Sujito
Penulis: Aji