Sirosis hati merupakan penyakit yang ditandai dengan terbentuknya jaringan parut di parenkim hati. Pada sirosis hati, terjadi inflamasi, nekrosis hepatosit yang luas dan regenerasi difus nodular.a
Karsinoma hepatoseluler (KHS) adalah tumor ganas yang berasal dari hepatosit. Sirosis hati dan KHS ini saling berkaitan erat.
dr. Nur Signa Aini Gumilas, M. Biotech, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto menjelaskan sirosis dapat berkembang menjadi KHS melalui proses hepatokarsinogenesis. Saat ini, katanya, metode untuk menilai progresivitas sirosis hati ke KHS masih terbatas.
Oleh karena itu, diperlukan pengembangan metode untuk menilai progresivitas sirosis menuju KHS. Salah satu yang berperan dalam proses hepatokarsinogenesis adalah mikroRNA.k
“MikroRNA merupakan molekul kecil yang berperan mengatur fungsi biologis manusia. Molekul ini bersifat stabil dan dapat ditemukan di cairan tubuh”, ujar Nur Signa saat menjalani ujian terbuka Program Doktor Ilmu Kedokteran & Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Univeersitas Gadjah Mada, Jumat (23/9).
Beberapa mikroRNA yang berperan dalam hepatokarsinogenesis antara lain miR-34a-5p, miR-150-5p, miR-122-5p, miR-224-5p, serta mRNA targetnya yaitu mRNA ACSL1, mRNA c-Myb, mRNA ADAM17 dan mRNA SMAD4. MiR-34-5p dan miR-150-5p berperan pada fibrosis sedangkan miR-122-5p dan miR-224-5p berperan pada proses karsinogenesis.
Mempertahankan disertasi “Ekspresi miR-34a-5p, miR-150-5p, miR-122-5p, miR-224-5p, mRNA ACSL1, mRNA c-Myb, mRNA ADAM17, dan mRNA SMAD4 PLASMA SEBAGAI Prediktor Progresivitas Sirosis Hati Menjadi Karsinoma Hepatoseluler”, tujuan penelitian Nur Signa berupaya untuk mengetahui potensi ekspresi miR-34a-5p, miR-150-5p, miR-122-5p, miR-224-5p, mRNA ACSL1, mRNA c-Myb, mRNA ADAM17 dan mRNA SMAD4 plasma sebagai prediktor progresivitas sirosis hati menjadi KHS.
Metode penelitian menggunakan cross sectional dengan subjek pasien sirosis hati, KHS dan kontrol sehat. Sirosis hati ditetapkan berdasarkan klinis, laboratoris, USG abdomen dan atau CT abdomen, sedangkan KHS ditetapkan berdasarkan klinis, laboratoris, kadar AFP, histopatologi, USG abdomen dan CT abdomen.
Data diperoleh dari pasien sirosis hati dan KHS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Individu sehat diambil dari pendonor darah di UTD PMI Kabupaten Banyumas. Penyimpanan sampel, isolasi RNA, sintesis cDNA dan qRT-PCR dilakukan di Laboratorium Riset FKKMK UGM.
Pasien yang diikutkan dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis sirosis hati dan KHS primer, berusia dewasa, pasien dengan mix sirosis dan KHS, serta bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed consent.
Hasil penelitian menemukan sirosis hati dan KHS didominasi oleh laki-laki. Hal ini diduga berkaitan dengan perbedaan perilaku, pola konsumsi alkohol, respon imun, epigenetik dan faktor hormonal antara laki-laki dengan perempuan.
Pada penelitian ini, 53 persen sirosis hati masuk dalam stadium dekompensata (CTP B dan C), dengan rerata skor MELD 16,24 dan 76 persen masuk dalam klasifikasi mortalitas rendah. Sedangkan pada KHS, 53 persen masuk dalam stadium kompensata, dan 60 persen masuk dalam stadium treatable.
“Hasil ini mungkin berkaitan dengan deteksi dini, kesadaran dan pemahaan pasien yang lebih baik mengenai penyakitnya. Studi sebelumnya menyatakan bahwa cukup sulit mengenali sirosis hati dan KHS. Salah satu yang berpengaruh terhadap kecepatan diagnostik adalah etiologi. Etiologi virus lebih cepat terdeteksi dibandingkan etiologi lainnya”, ucap Nur Signa.
Penulis : Agung Nugroho