Yogya, KU
Menteri Komunikasi dan Informasi Prof Dr Muhammad Nuh mengaku diperlukan waktu yang cukup lama bagi pemerintah untuk mensosialisasikan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Nuh, sebagai produk hukum, ITE setidaknya memerlukan proses administrasi dokumen secara resmi sebagai UU dan dilengkapi peraturan pemerintah sebagai payung hukum.
“Secara politik sudah dijadikan UU, tentu perlu dilengkapi oleh Peraturan pemerintah, artinya ada yang membuat sertifikasi, ada badan yang mengurusi dan membidanginya,“ kata Muhhamad Nuh kepada wartawan usai menghadiri seminar nasional E-Government, Rabu (2/4) di Gedung MM UGM.
Dijelaskan Nuh, sosialisasi tersebut dilakukan melalui lintas sektor. Hal ini terkait dengan beragam profesi, sektor dan lintas departemen terkait yang memanfaatkan pelayanan informasi dan transaksi bisnis elektronik.
“Dalam waktu dekat, kita akan membuat tim, untuk memperoleh gambaran secara utuh,†jelasnya.
Namun demikian, muhammad Nuh menyesalkan jika infomasi yang beredar di masyarakat saat ini lebih mengkaitkan UU ITE dengan pemblokiran situs porno. Padahal, kata Nuh, UU ITE tidak hanya mengatur akses situs porno namun lebih dari itu, mengatur transaksi yang berbasis elektronik.
“Belakangan ini muncul bahwa UU ITE lebih ke arah bloking situs porno, tapi bukan itu saja substansinya, tapi seluruh transaksi yang berbasis elektronoik, komputer, jaringan, dan alat elektronik diatur dalam UU ini,†terangnya.
Muhhamad Nuh sempat menyinggung jika pemblokiran situs porno tidak hanya cukup dilakukan dengan memblokir ISP, namun keberhasilan untuk memblokir situs porno terletak pada sikap mental pribadi masing-masing penggunanya, dengan adanya kemampuan sel sensoring dan sel filtering dari masing-masing orang sebagai tanggung jawab bersama.
“Kita sosialisasikan, kita beri secara gratis paket software yang bisa diinstall di komputer sebagai bagian dari tanggung jawab bersama, maka kita mulai dari tingkat grass root level, lalu ke limited network seperti kampus dan instansi,†tandasnya.
Lenih lanjut Nuh menambahkan, setiap jaringan internet yang dikelola seperti di kampus, maka bagian admin ISP di kampus tersebut melakukan filter terhadap berbagai situs porno agar tidak diakses oleh penggunanya.
“Kita ingin, ini bukan hanya tanggung jawab ISP saja, tapi tanggungjawab bersama. Kita dorong masyarakat, dengan cara melakukan blacklist situs tersebut dan disampaikan ke ISP masing-masing,†terang mantan Rektor ITS ini.
Karenanya, sosialisasi ini tidak akan selesai dalam satu dua bulan ke depan tapi memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjelaskan semua ini ke publik.
Saat ditanya bentuk sanksi bagi pengakses situs porno, Nuh belum menjelaskan secara rinci bentuk sanksi tersebut. Sebaliknya hal yang lebih diutamakan saat ini menurut Nuh adalah proses sosialisasi, sedangkan sanksi akan diatur kemudian melalui peraturan yang berlaku.
Dikatakan Nuh, pihaknya kini tengah melakukan identifikasi ratusan situs yang ditenggarai berbau pronografi dan kemungkinan akan segera diblokir.
Dalam pidato kunci yang disampaikan dalam seminar nasional ‘Best Practices untuk keberhasilan implementasi e-Government di Indonesia’, Muhhamad Nuh kembali menekankan pentingnya membangun sumber daya bidang komunikasi dan informasi dengan meningkatkan kecepatan, jejaring dan efisiensi guna membangun kecerdasan bangsa.
“Melalui teknologi komunikasi, diharapkan terjadinya konektivitas dan transaksi yang menimbulkam dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat sehingga muncul kolaborasi. Dengan kolaborasi, maka akan timbul yang namanya inovasi sehingga sosio transformasi dapat berjalan dengan baik,†katanya.
Sementara Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha UGM Prof Ir Toni Atyanto Dharoko, MPhil PhD berharap pengembangan E-Government di daerah akan mempercepat perbaikan kondisi pelayanan birokrasi di daerah yang berbasis TIK. (Humas UGM/Gusti Grehenson)