Tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh pekerja berkeahlian rendah atau low skill. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B.Sukamdani, dalam kegiatan Sosialisasi Pemagangan dan Kuliah Umum bersama APINDO dan GAPKI, Selasa (4/10) yang berlangsung secara bauran di Ruang Multimedia UGM dan platform Zoom Meetings.
Hariyadi mengungkapkan dari data Bappenas tahun 2018 diketahui pekerja di sektor pertanian dan industri sebagian besar berkeahlian rendah. Dari total pekerja sebanyak 121,02 juta sekitar 99,41% pekerja di sektor pertanian adalah berkeahlian rendah, 0,47% berkeahlian menengah, dan hanya 0,13% berkeahlian tinggi. Kondisi tersebut tak jauh berbeda di sektor manufaktur dimana sebanyak 90,45% berkeahlian rendah, 6,52% berkeahlian menengah, dan 3,03% berkeahlian tinggi. Lalu, untuk sektor jasa dan lainnya cenderung membutuhkan keahlian menengah dan tinggi dengan potret sebanyak 14,36% berkeahlian tinggi, 52,74% berkeahlian menengah, dan 32,90% berkeahlian rendah.
“Dalam empat tahun terakhir, proporsi pekerja formal berkisar pada 42% atau sekitar 53,09 juta di tahun 2018. Pekerja formal sektor industri cenderung berkeahlian rendah. Rendahnya kualitas pekerja ini salah satunya disebabkan keterbatasan angkatan kerja memperoleh pelatihan,”paparnya.
Hariyadi menyampaikan tenaga kerja di Indonesia selama tahun 2018-2021 masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah. Masih mendominasinya pekerja dengan pendidikan rendah menandakan kualitas pekerja di Indonesia masih sangat rendah.
Menurutnya, upaya peningkatan keterampilan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Salah satunya dengan membangun lingkungan pengembangan keterampilan yang baik. Beberapa diantaranya seperti pengembangan SKKNI sektor prioritas, pemagangan, pelatihan kejuruan, dan revitalisasi BLK. Selain itu, skema kebijakan ketenagakerjaan komprehensif untuk pengembangan keterampilan. Tak kalah penting adalah kerja sama industri dengan sekolah kejuruan dan perguruan tinggi.
“Karenanya penting dilakukan kerja sama antara UGM dan APINDO ini untuk meningkatkan low skill pekerja ke medium bahkan high skill,”terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, yang diwakili oleh Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono, menyampaikan bahwa industri kelapa sawit mempunyai peranan yang strategis terutama sebagai sumber devisa, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan wilayah sehingga perlu terus dijaga kesinambungannya. Dengan luas dan tersebarnya industri sawit menjadi salah satu tempat belajar bagi mahasiwa maupun lulusan perguruan tinggi untuk untuk lebih memahami kinerja objektif industri sawit dilapangan.
“Dengan peran penting industri sawit dan luasnya penggunaan produk sawit untuk berbagai keperluan, sudah selayaknya UGM sebagai salah satu Perguruan Tinggi tertua dan terbesar di Indonesia memberikan perhatian lebih kepada industri sawit, dalam bentuk pengkajian, penelitian maupun riset-riset karya tulis yang dilakukan oleh mahasiswa maupun staf pengajar,”paparnya.
Penulis: Ika
Foto: Firsto