Salak pondoh merupakan salah satu tanaman buah yang tumbuh subur di Kabupaten Sleman. Bahkan, buah salak menjadi komoditas unggulan daerah karena budi daya salak di Sleman menjadi sumber pendongkrak kemandirian ekonomi masyarakat. Meski demikian, bukan berarti pengembangan agribisnis salak tidak menghadapi tantangan. Di Desa Purwobinangun, Pakem, Sleman, potensi pengembangan salak cenderung stagnan dan terdapat hambatan baik dari segi pemasaran hingga inovasi pengolahan. Peluang tersebut yang mendorong mahasiswa Universitas Gadjah Mada menginisiasi sebuah rumah inovasi yang bernama Salacca Space.
Tim Mahasiswa UGM yang tergabung Tim Program Hibah Bina Desa (PHBD) Center UGM menginisiasi pendirian Rumah Inovasi Salacca Space sebagai sarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Purwobinangun dalam pengembangan agribisnis salak. Melalui Rumah Salacca Space, para pelaku pengembangan salak baik dari UMKM, KWT, dan kelompok tani difasilitasi untuk berinovasi mengembangkan produk turunan dari salak, beberapa diantaranya adalah coklat salak dan sambal salak.
“Produk yang dikembangkan menggunakan bahan yang berasal dari petani lokal serta dilakukan penelitian dan pengembangan dalam meracik olahannya, sehingga produk yang dihasilkan berkualitas,” kata Anugrah Yuwan Atmadja selaku ketua tim dalam rilis yang dikirim Jumat (7/10).
Dibantu dengan 14 rekan mahasiswa lainnya, Yuwan menuturkan Salacca space hadir sebagai ruang kolaborasi antargenerasi bagi masyarakat Desa Purwobinangun berupa pengadaan ruang fisik sebagai pusat kegiatan pengembangan inovasi dan kreasi dengan pendekatan berbasis diskusi. Program ini bertujuan menciptakan ruang bagi generasi muda untuk berbagi pengetahuan, keterampilan, dan juga membangun kerja sama dengan generasi tua guna meningkatkan swadaya dan swakelola masyarakat desa. Sebab, proses kegiatan budi daya dan pengolahan salak mayoritas dilakukan oleh penduduk berusia tua.
“Penduduk usia muda cenderung memiliki minat terhadap sektor lain. Hal tersebut berpengaruh terhadap potensi pengembangan salak dan terhambatnya pengembangan salak dari segi pemasaran hingga inovasi pengolahan salak,” katanya
Sejauh ini, menurut Yuwan, Salacca Space sendiri sudah menjalankan beberapa program yang sudah direncanakan seperti penjaringan aspirasi kelompok-kelompok tani dan individu yang diwadahi di forum diskusi yang melibatkan Gapoktan, KWT, Karang Taruna serta Pemerintah Desa Purwobinangun. Soal inovasi produk, pihaknya sudah berdiskusi dengan warga untuk memproduksi tiga jenis produk olahan salak yaitu coklat salak, sambal salak, serta sabun salak. Dalam proses pembuatan produk, tim UGM bersama dengan warga berdiskusi mengenai resep yang dipakai dalam mengolah salak. Kemudian, dilakukan percobaan beberapa resep yang sudah disetujui sampai menemukan resep yang cocok.
“Tim juga berperan dalam pendampingan kemasan melalui survei kemasan dan berdiskusi mengenai target pemasaran, baik secara konvensional maupun digital. Proses perizinan produk seperti P-IRT dan BPOM khususnya dalam membuat sambal salak dan coklat salak juga dilakukan agar nantinya ketika dipasarkan produk sudah lolos uji standar keamanan pangan,” paparnya.
Rumah Salacca Space juga sedang menjalin kerja sama dengan UMKM dari Kulon Progo bernama Wondis Cokelat sebagai pemasok coklat dalam memproduksi olahan coklat salak. Dikatakan Yuwan, harapan para mahasiswa UGM dan warga Desa Purwobinangun ialah keberhasilan program-program yang ditawarkan di Salacca Space dapat meningkatkan harga jual salak di pasar lokal maupun internasional.
Penulis : Gusti Grehenson