Prof. Drs. Bambang Purwono, M.Sc, Ph.D dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Kimia pada Departemen Kimia FMIPA-UGM di Balai Senat UGM, Selasa (11/10).
Dalam pidato pengukuhan berjudul Kemosensor: Prospek Pengembangan dan Tantangannya di Era Industri 4.0, Bambang menyebutkan kemosensor sangat diperlukan dalam mendukung deteksi senyawa kimia, monitoring lingkungan, identifikasi senyawa-senyawa kimia dan senyawa pencitra (imaging compounds). Namun, dewasa ini analisis senyawa kimia yang memerlukan ketelitian dan akurasi tinggi membutuhkan instrument canggih dengan biaya dan investasi yang tinggi. Berkaca dari pengalaman pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran berharga akan pentingnya alat diagnosis yang cepat dan akurat. Alat PCR yang akurat masih memerlukan waktu yang relatif lama untuk mendapatkan hasil.
“Oleh karena itu, tidak dapat dibayangkan apabila alat-alat canggih ini dapat tergantikan dengan peralatan yang sederhana, portable, dapat dioperasikan oleh orang awam, waktu analisis yang cepat dan memiliki hasil dengan presisi dan akurasi yang memadai seperti kemosensor,”paparnya.
Bambang mengatakan bahwa cara deteksi kemosensor cukup sederhana dan mudah. Kendati begitu, pengembangannya sangat bergantung pada analit yang dideteksi, senyawa kemosensor yang dipakai, dan tipe kemosensor yang digunakan. Senyawa kemosensor dapat berasal dari hasil sintesis maupun bahan alam. Kemosensor kolorimetri (warna) dapat dibuat dari senyawa sintesis maupun bahan alam yang memiliki struktur kimia yang mirip/identik.
Bambang menyampaikan salah satu contoh kemosensor yang paling tua dan sudah dikenal luas adalah kertas pH. Bahan ini digunakan untuk mendeteksi sifat keasaman atau kebasaan suatu materi. Strip pH ini mampu membedakan derajat pH suatu larutan dengan teliti tanpa perlu menggunakan alat pH meter, cara kerja sederhana, murah operasinya, praktis dengan tidak membutuhkan reagensia standard. Selain bahan sintetik yang bisa digunakan sebagai kemosensor, bahan alam juga dapat digunakan sebagai kemosensor kolorimetri yang berasal dari tumbuhan, hewan, maupun mineral. Zat warna alami ini sudah dimanfaatkan sebagai pewarna kain (industri batik), makanan, obat dan kosmestik.
“Pengujian secara sederhana mendeteksi kandungan boraks pada makanan dapat menggunakan kemosensor kolorimetri,”tuturnya.
Bambang menyebutkan zat warna alami telah digunakan sebagai kemosensor untuk mendeteksi atau penanda kesegaran produk pangan. Contohnya pada produk-produk laut seperti udang, ikan, cumi, dan lainnya mudah rusak dengan menghasilkan senyawa-senyawa amina yang menimbulkan bau dan peningkatan pH. Zat warna alami dari kunyit atau antosianin dapat digunakan untuk mendeteksi kesegaran ikan. Ikan yang mulai mengalami kerusakan akan memberikan perubahan warna kurkumin/antosianin yang berbeda dari warna asal kurkumin (kuning) atau antosianin (merah).
Kemosensor berbahan dasar biomass juga berkembang dengan cepat sejak ditemukaannya material karbon yang diberi nama Karbon nanodot (C-Dots). Beberapa bahan biomassa seperti kulit telur, rumput, kulit buah, dan daun juga telah digunakan sebagai bahan dasar sintesis C–Dots dengan metode bottom-up. Bahan lain yang menarik untuk dikembangkan sebagai C-Dots dikatakan Bambang adalah ampas kopi. Potensi pengembangan C-Dots dari ampas kopi ini sangat besar melihat produksi kopi seluruh dunia pada tahun 2021 mencapai 10,2 juta ton. Ampas kopi berisikan bahan organik tinggi yang tidak mudah terdegradasi seperti tannin, kafein dan lemak. Bahan ini dapat digunakan untuk senyawa pendeteksi besi, tembaga, sodium siklamat dalam makanan dan pencitraan sel kanker HeLa.
Bambang menyebutkan penggunaan teknologi informasi yang digabungkan dengan kepentingan Color Changing Sensor CCS menjadi trend baru dalam kimia analisis. Ditambah dengan pemanfaatan smartphone dan IoT semakin memodernisasi teknologi analisis kimia Dengan teknik ini, biaya analisis menjadi rendah dan hasil segera diperoleh.
“Hasil pengembangan kemosensor dengan bantuan IT membuat aplikasi kemosensor dalam kehidupan sehari-hari menjadi mudah, murah, dan real-time. Fungsi laboratorium analisis kimia akan berkurang karena akan tergantikan oleh kemosensor,”urainya.
Penulis: Ika
Foto: Firsto