Oleh Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si.
Angka kasus Covid-19 belakangan mulai menurun seiring gencarnya program vaksinasi nasional dan mulai terbentuknya kekebalan kelompok. Industri pariwisata pun mulai menggeliat dengan dilonggarkannya protokol kesehatan perjalanan dalam dan luar negeri. Mobilisasi warga dan wisatawan yang berkunjung keluar kota dan menikmati destinasi wisata telah memberikan dampak signifikan bagi tumbuhnya ekonomi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Belakangan ini, kita sudah jarang mendengar lagi soal pelaku usaha UMKM yang menghentikan operasinya karena terdampak pandemi. Kebangkitan para UMKM ini tidak lepas dari dukungan pemerintah dan juga kemampuan resiliensi pelaku UMKM itu sendiri.
Dukungan dari pemerintah, dapat kita lihat dari berbagai kebijakan dari sektor hulu hingga hilir. Kebijakan seperti program Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM), subsidi pinjaman, amnesti pinjaman, resiliensi UMKM dan go digital, kemitraan pasar tradisional dengan market place. Lalu, beberapa kebijakan pengembangan pasar digital, alokasi 30 persen area publik untuk promosi produk UMKM.
Selain dukungan pemerintah, kemampuan pelaku UMKM untuk melakukan strategi adaptif terhadap dampak pandemi Covid-19 juga ikut memberikan kontribusi bagi resiliensi UMKM ini. Banyak strategi adaptif yang dilakukan UMKM ini seperti melakukan efisiensi usaha, menghemat biaya operasi, rasionalisasi pegawai, rasionalisasi upah, transformasi penjualan produk, inovasi diversifikasi produk sampai melakukan transformasi profesi di sektor UMKM.
Momentum Kebangkitan UMKM
Momentum geliat UMKM ini tentunya perlu terus dijaga sehingga keberadaan sektor ini terus memberikan kontribusi bagi upaya pengentasan kemiskinan dan terbentuknya kemandirian ekonomi. Meskipun ancaman resesi global tidak diprediksikan terlalu masif, akan tetapi memperkuat daya tahan UMKM tetap penting dilakukan mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor ini. Sebab, jika sektor ini terdampak maka implikasinya akan banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, ada beberapa persoalan yang harus dibenahi oleh pemerintah dalam mendorong UMKM ini lebih mandiri dari sisi produksi, pemasaran, akses teknologi, keuangan dan ekosistem pengembangan UMKM. Persoalan-persoalan klasik di sektor UMKM tetap menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah karena selama ini kebijakan yang dilakukan tidak pernah dilakukan secara komprehensif.
Dari aspek produksi, pengembangan sektor UMKM harus berorientasi kepada market driven sehingga produk UMKM bisa dapat terserap ke pasar. Banyak pelaku UMKM mampu membuat produk akan tetapi tidak dapat dijual ke pasar. Seharusnya ada pergeseran paradigma pembangunan UMKM dari sekedar hanya subsisten menuju UMKM yang naik kelas. Lalu, inovasi-inovasi produk harus dikembangkan mengikuti perkembangan pasar sehingga daya saing produk UMKM tetap dapat terus dijaga.
Semenetara dari aspek pemasaran, strategi dan inovasi pengembangan pemasaran perlu terus dikembangkan. Digitalisasi pemasaran yang sangat berkembang di era pandemi covid perlu lebih dioptimalkan karena banyak model market place, e-commerce yang berbasis komunitas akhirnya mati suri karena tidak ada perhatian dari pemerintah. Seyogianya model-model belanja online ini sebenarnya dapat diarahkan ke model belanja yang dikelola secara kolektif sehingga akan mendatangkan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, literasi digital untuk pelaku UMKM juga harus digencarkan. Namun, di luar pemanfaatan teknologi digital ini, penguatan jejaring pemasaran, peningkatan standarisasi dan sertifikasi produk perlu terus dikembangkan. Konsep sharing economy dengan mendorong keterkaitan antara sektor tradisional dan sektor modern menjadi strategi yang sangat diperlukan agar sektor pasar tradisional dan sektor modern tidak terus dikontradiktifkan.
Berbagai upaya ini sebenarnya bisa dilakukan dengan penerapan kebijakan pemberian tempat penjualan untuk produk UMKM pada tiap pusat perbelanjaan modern. Strategi inilah yang harus dilakukan agar sektor tradisional dan sektor modern dapat berkembang secara beriringan.
Sementara dalam peningkatan akses teknologi bagi pelaku UMKM dapat dilakukan dengan memperkuat peran lembaga-lembaga inkubator bisnis baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun perguruan tinggi. Dalam konteks ini sebenarnya pemerintah sudah memiliki Pusat Layanan Usaha Terpadu, Rumah Kreatif Bersama dan berbagai lembaga lain yang memainkan peran sebagai lembaga inkubator bisnis. Lembaga-lembaga ini sebenarnya perlu ditingkatkan kapasitasnya dalam hal kompetensi pengelola, standarisasi kurikulum, dan fungsi-fungsi fasilitasi pemberdayaan sehingga benar-benar mampu memberdayakan UMKM. Di sisi lain, peran lembaga inkubator perguruan tinggi juga perlu diperhatikan dalam mendukung kemajuan pengembangan UMKM dan perusahaan rintisan.
Berkaitan dengan aspek permodalan, diperlukan lembaga keuangan yang mampu memberikan jaminan akses permodalan yang baik bagi masyarakat. Pemerintah harus mendorong lembaga perbankan agar mampu memberikan kemudahaan akses bagi pelaku UMKM dan mampu menjalankan fungsi intermediasi bagi mereka. Di luar lembaga keuangan perbankan, lembaga-lembaga keuangan mikro perlu dioptimalkan perannya sehingga benar-benar mampu menjangkau masyarakat dan pelaku UMKM yang paling miskin. Karenanya keberadaan koperasi, Badan Usaha Milik Desa perlu lebih diberdayakan untuk membantu hal ini.
Selain berbagai aspek di atas, hal penting yang harus dilakukan adalah bagaimana mendorong ekosistem pengembangan UMKM yang lebih baik. Selama ini pola-pola pengembangan UMKM yang dilakukan masih parsial dan integrasi di antara stakeholders masih lemah. Implikasinya banyak kebijakan-kebijakan yang seringkali tidak konsisten dan tumpang tindih. Jika ini tidak dibenahi, sampai kapan pun perkembangan UMKM hanya akan berjalan statis dan tidak akan segera naik kelas. Oleh karena itu, perlu ada sinkronisasi kebijakan UMKM baik di level atas maupun di level daerah misalnya dengan mengembangkan peta jalan pengembangan UMKM. Dukungan ekosistem pengembangan UMKM harus terus didorong dengan memperkuat dukungan kebijakan dan regulasi, infrastruktur dan jejaring kemitraan.
Berbagai strategi di atas, perlu dilakukan secara konsisten sehingga daya tahan UMKM dapat terus diperkuat. Kebijakan-kebijakan yang ada seyogianya harus mampu memperkuat potensi yang dimiliki UMKM dan bukannya memperlemah. Modal sosial, semangat solidaritas sosial yang tinggi, kemampuan fleksibilitas yang baik adalah contoh-contoh potensi UMKM yang dapat menjadi benteng dari dampak bencana maupun ancaman resesi global.