Sebanyak 23 pemerintah kabupaten/kota melakukan penandatanganan komitmen reformasi birokrasi tematik penanggulangan kemiskinan di UGM. Ke-23 Kabupaten/Kota tersebut menjadi pilot project di seluruh Indonesia yang dinilai memiliki reformasi yang baik.
Kegiatan berlangsung di Balai Senat UGM, Jumat (21/10) bersamaan dengan Grand Launching Reformasi Birokrasi Tematik Penanggulangan Kemiskinan yang diadakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB).
Terkait penyelenggaraan Grand Launching Reformasi Birokrasi Tematik Penanggulangan Kemiskinan Rektor UGM, Prof.dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D., menyampaikan harapan kegiatan ini mampu menjadi forum diseminasi pengetahuan publik dan pembelajaran interaktif antar instansi pemerintah. Selain itu juga menjadi medium penjaringan aspirasi dari akademisi, terkait pelaksanaan reformasi birokrasi tematik penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Rektor mengatakan ide gagasan dan implementasi reformasi birokrasi perlu dikerjakan tidak hanya secara gradual dan tambal sulam, tetapi membutuhkan cara pandang yang lebih sistematis, komprehensif dan visioner. Oleh karenanya, arah tanggung jawab reformasi birokrasi sepenuhnya juga menyangkut pada sinergitas tanggung jawab bersama, dan menyertakan kolaborasi dengan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga sosial, entitas swasta, termasuk kontribusi pemikiran dari lingkungan akademis kampus.
“Kami menyambut baik penyelenggaraan grand launching ini sebagai bentuk apresiasi kepada instansi pemerintah daerah yang menjadi percontohan dalam penanggulangan kemiskinan, sekaligus menjadi wadah bagi instansi pemerintah daerah lainnya yang ingin mengadopsi metode yang bisa diterapkan di daerah kerjanya masing-masing. Semoga forum ini mampu menjadi sebuah dinamika proses yang mampu memberikan sumbangsih bagi tercapainya wajah reformasi birokrasi yang maju, produktif, humanis, dan menghargai martabat kemanusiaan,”paparnya.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, mengatakan kemiskinan menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi banyak daerah, termasuk DIY. Pendekatan budaya menjadi salah satu alternatif bagi Pemda DIY dalam penanggulangan kemiskinan. Adapun dalam penanggulangan kemiskinan di DIY dibagi dalam beberapa kluster yang juga memuat critical success factor. Salah satunya kluster bantuan sosial dan jaminan sosial terpadu meliputi perlindungan dan jaminan sosial serta rehabilitasi sosial. Lalu, kluster pemberdayaan masyarakat dan UMKM seperti pembinaan Usaha Mikro dan Kecil (UMKM), pelatihan keterampilan dalam berbagai jenis dan jenjang pelatihan, dan bimbingan pengelolaan usaha. Selanjutnya, program langsung dan tidak langsung yang berdampak pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat miskin. Utamanya untuk pemenuhan akses terhadap sumber daya antara lain berupa fasilitasi akses air bersih, bantuan akses sanitasi, bantuan akses listrik, serta peningkatan akses jalan lingkungan.
“Salah satu upaya dalam RB tematik penanggulangan kemiskinan di DIY dilakukan pula dengan melakukan re-focusing terhadap 15 kapanewon sebagai fokus penanggulangan kemiskinan dan telah didampingi Badan Pengawas Keuangan,”ungkapnya.
Beberapa inisiasi inovasi dan kolaborasi dalam upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan Pemda DIY, seperti dalam hal manajemen data yang dilakukan dengan Manunggal Raharja sebagai Manajemen Validasi Unggul Berbasis Digital dengan Rumah Data Sejahtera Masyarakat Jogja, Desa Mandiri Budaya, Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan melalui pengembangan SIBAKUL JOGJA, maupun beberapa kerja bersama Baznas DIY.
Pemda DIY bersama beberapa pemda lainnya dikatakan Gubernur DIY tentunya menyambut baik Pilot Project Tematik Pengentasan Kemiskinan ini. Ia berharap dengan ditetapkannya piloting project nantinya dapat memberi dukungan dan energi yang lebih dan memberikan dorongan untuk menguatkan sinergi dan kolaborasi. Program penanggulangan kemiskinan juga diharapkan dapat mencapai target yang telah ditetapkan dan membawa perubahan yang lebih baik dalam upaya penanggulangan kemiskinan sehingga diharapkan mampu memberikan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.
RB tematik penanggulangan kemiskinan ini, lanjutnya, disamping sebagai pemercepat harapannya juga bisa menjadi bahan refleksi bersama. Refleksi terkait perlunya keterpaduan data, sinergi program dan kerja sama antar kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah serta aktor non pemerintah dalam upaya pencapaian target penghapusan kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Indonesia tahun 2024.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Abdullah Azwar Anas, menyebutkan pada tahun 2050 Indonesia diprediksi masuk empat besar ekonomi dunia. Oleh sebab itu, diperlukan birokrasi yang perofesional, reformasi birokrasi berdampak, serta pelayan publik yang excellent.
“Terkait birokrasi kita dituntut untuk profesional dan berkelas dunia. Namun, di sisi lain menghadapi dilema seperti masih ada sistem rekrutmen yang KKN, zona nyaman takut perubahan, politisasi ASN, persoalan Non ASN yang semakin jauh dari kata selesai, dan sistem anggaran yang lemah,” paparnya.
Ia menjelaskan bahwa kedepan birokrasi ditetapkan berbasis kinerja yang berorientasi hasil dan berdampak nyata bagi masyarakat serta kolaboratif. Penerapan reformasi birokrasi dilakukan sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang difokuskan tematik yakni pengentasan kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi administrasi pemerintahan, serta prioritas presiden.
Saat ini ada sembilan proyek percontohan pelaksanaan RB tematik penanggulangan kemiskinan pada pemerintah daerah. Sembilan pemerintah daerah tersebut adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Provinsi Daerah Istimiewa Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Sumedang, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kota Malang, serta Pemerintah Kota Yogyakarta.
Reformasi birokrasi disebutkan Menpan RB ditujukan untuk mempercepat manfaat program dan percepatan penyelesaian masalah. Sebagai contoh anggaran kemiskinan besar tidak sebanding dengan hasil penurunan kemiskinan.
“Kalau seperti kata Pak Presiden itu seperti tari Poco-poco, berkeringat tapi tidak bergerak kemana-mana,” ucapnya.
Ia mencontohkan besarnya anggaran terkait pengentasan kemiskinan belum berdampak optimal. Anggaran sebesar Rp. 431,3T untuk 65 program dan 128 kegiatan di 16 K/L hanya menurunkan angka kemiskinan sebsar 0,60% (dari 10,14% di Maret 2021 menjadi 9,54% pada Maret 2022). Hal itu terjadi karena program yang dijalankan tidak berkesinambungan dengan prioritas presiden sehingga terjebak pada kegiatan menghabiskan anggaran, namun tidak berdampak pada prioritas presiden dalam pengentasan kemiskinan.
“Reformasi birokrasi dilakukan untuk mengintervensi dan memperbaiki aspek tata kelola pengentasan kemiskinan melalui perbaikan proses bisnis, perbaikan data, perbaikan regulasi, reformulasi program sehingga lebih tepat sasaran,”terangnya.
Penulis: Ika
Foto: Dhafa