Yogya (KU) – Pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan lakon “Kumbakarna Senopati” yang dipentaskan di halaman Balairung UGM, Rabu (19/5) malam, berlangsung meriah. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara merdu para sinden menjadikan penonton tidak jatuh dalam kantuk. Cerita yang dibawakan oleh Dalang Ki Seno Nugroho membawa larut penonton seolah-olah ikut masuk menjadi salah satu tokoh dalam kisah pertempuran Alengka.
Penonton yang mayoritas peserta dari berbagai daerah di seluruh nusantara memenuhi jumlah kursi yang disediakan panitia. Mereka merupakan peserta Sarasehan Nasional Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Lahir Pancasila. Malam itu, mereka juga disuguhi dengan aneka makanan tradisional berupa jajanan pasar, seperti baceman tahu tempe, pisang rebus, dan kacang rebus, yang disajikan panitia di atas nampan. Tidak lupa, minuman jahe panas turut menemani dan mampu menghangatkan badan kala hawa dingin mulai menerpa di larut malam.
Ketua Panitia, Drs. Djoko Pitoyo, dalam pembukaan sarasehan sebelumnya menuturkan suguhan ala kadarnya tersebut sengaja disiapkan pihak panitia. Hal itu dilakukan untuk menegaskan kepada peserta jika UGM masih tetap sebagai kampus rakyat. Menurutnya, pagelaran wayang kulit ini memang secara khusus disuguhkan untuk menghibur para peserta sarasehan yang datang dari berbagai daerah.
Seni pertunjukan wayang kulit pun sengaja dipilih untuk menunjukkan UGM bukan hanya sebagai pusat ilmu pengetahuan semata, tetapi juga pusat kebudayaan. “UGM tidak hanya sebagai pusat ilmu pengetahuan, tapi juga sebagai pusat kebudayaan,” katanya
Tampak hadir dalam kesempatan tersebut, Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Drs. Sindung Tjahyadi, M.Hum., Kepala Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM, Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K), dan alumnus UGM pemerhati wayang, Drs. Sumargono. (Humas UGM/Gusti Grehenson)