Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Suparno, dalam diskusi panel dalam rangka TEMPO Energy Day 2022 mengatakan dalam RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) akan dimasukkan konsep multi buyers-multi sellers (MBMS). Sebagai salah satu narasumber diskusi, ia menyampaikan perusahaan swasta selama ini melalui Independent Power Producers (IPP) diperbolehkan membangun pembangkit listrik, tetapi menjual seluruh setrum yang dihasilkan kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) sesuai dengan konsep multi buyer-single seller (MBSS).
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Dr. Fahmy Radhi, M.B.A., mengatakan penerapan konsep MBMS tersebut diatur dalam pasal 47A, butir 3b RUU EBT tentang power wheeling, yang merupakan mekanisme pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik milik PLN melalui open source. Konsep MBMS tersebut, menurutnya, sesungguhnya merupakan pola unbundling yang diatur dalam UU No.20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Pola unbundling itu sesungguhnya sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD Pasal 33. Lalu, sebagai gantinya ada UU No.30/2009 tentang ketenagalistrikan dengan menghilangkan unbundling.
“Tidak diragukan lagi power wheeling dan open source merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan,”ujarnya di Kampus UGM, Selasa (25/10).
Dia menjelaskan Independent Power Producers (IPP) EBT diperbolehkan menjual langsung kepada konsumen dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi milik PLN. Liberalisasi pada konsep MBMS yang diterapkan melalui power wheeling sesungguhnya bertentangan dengan UU No.30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan keputusan MK tentang unbundling.
Menurutnya hal tersebut berpotensi melanggar pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Penetapan tarif liberal berdasarkan mekanisme pasar yang tergantung demand and supply. Pada saat demand tinggi dan supply tetap, tidak bisa dihindari tarif listrik pasti akan dinaikkan.
“Power wheeling ini berpotensi menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan permintaan pelanggan non-organik dari Konsumen Tegangan Tinggi hingga 50 persen,”ucapnya.
Penurunan jumlah pelanggan PLN, kata Fahmy, selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga dapat menggelembungkan beban APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN. Mengingat penerapan konsep MBMS melalui power wheeling merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan yang melanggar UU dan UUD 1945 serta berpotensi memperberat beban rakyat dan/atau APBN. Untuk itu, ia memberikan saran sebaiknya Kementerian ESDM menarik kembali usulan memasukan power wheeling dalam RUU EBT.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Sindonews.com