Indonesia memiliki banyak sumber daya biomassa sebagai pengganti bahan baku batu bara yang selama ini menjadi sumber bahan bakar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Sebab, sebanyak 52 PLTU yang ada saat ini masih sangat bergantung dengan bahan bakar batu bara yang dikenal sebagai penghasil emisi gas rumah kaca. Teknologi untuk mengganti bahan bakar batu bara dengan biomassa dikenal dengan Co-firing ini dianggap sebagai solusi untuk memulai program transisi energi baru dan terbarukan. “Cofiring merupakan solusi strategis dan ekonomis dalam transisi energi di Indonesia dan upaya efektif untuk mengurangi emisi CO2 karena penggunaan bahan bakar batu bara pada sumber energi masih dominan di 52 PLTU,” kata Guru Besar Fakultas Teknik UGM, Prof. Ir. Samsul Kamal, M.Sc., Ph.D. Hal itu mengemuka dalam seminar Internasional tentang Rekayasa Energi dan Thermofluid di Hotel Amaranta Prambanan, Yogyakarta, Rabu (26/10).
Dari hasil studi yang dilakukannya, pemanfaatan biomassa sangat memberikan manfaat sebagai bahan bakar alternatif karena dinilai rendah emisi sehingga relevan mendukung program energi bersih dan energi hijau dunia. “Biomassa sangat rendah kandungan sulfur dan nitrogen dan saya kira pembangkit listrik tenaga uap kita bisa menggunakan tenaga biomassa ini,” katanya.
Namun demikian, pemanfaatan biomassa untuk bahan bakar energi terbarukan menurutnya sangat memerlukan dukungan dari pemerintah dalam hal ini PLN untuk mulai mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan batu bara. Menurutnya, apabila teknologi cofiring di PLTU dikembangkan dengan baik maka akan meningkatkan penggunaan biomassa di tanah air agar semakin berkembang dan memiliki nilai jual tinggi.
Teknologi cofiring sebenarnya dapat mengonsumsi 100% bahan baku biomassa dengan menggunakan boiler PLTU yang sesuai dengan teknologi cofiring. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan persentase pembakaran dengan bahan baku biomassa untuk pembangkit listrik sangat memerlukan dukungan penelitian lebih lanjut dari sisi material serta aspek pembakaran. “Kolaborasi penelitian adalah langkah terbaik untuk melakukan itu,” katanya.
Bagi Samsul Kamal, apabila seluruh PLTU sudah menggunakan biomassa maka program pengembangan biomassa sebagai energi baru dan terbarukan akan tumbuh dan berkembang baik dari sisi bisnis dan teknologinya. Dari hasil penelitiannya, berbagai lokasi sumber energi biomassa yang bisa dimanfaatkan yakni berasal dari hasil hutan tanaman energi atau industri, hutan sosial, limbah penebangan, hasil kayu dari pembukaan lahan, limbah pengolahan kayu, limbah agroforestri, dan dari limbah padat kota. Adapun jenis tanaman yang potensial yang bisa dikembangkan sebagai biomassa adalah akasia, kaliandra, gamal, pilang, turi dan lamtoro gung. Menurutnya, jenis tanaman ini memiliki karakteristik cepat tumbuh, adaptasi baik, tahan hama dan penyakit, dan siklus panen pendek serta memiliki nilai kalor yang tinggi.
Penulis : Gusti Grehenson