Pembangunan kepariwisataan Halmahera Utara tidak terlepas dari destinasi Moratai sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang saat ini mulai berkembang dan ramai kunjungan. Oleh karena itu, satu hal penting dalam membangun pariwisata di Halmahera Utara adanya sinergitas antar pemangku kepentingan, termasuk antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Maluku Utara.
“Kami sangat berharap mendapat imbas dan limpahan wisatawan dari Morotai ini,” ujar Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan Politik dan Hukum Setda, Ir. Valentino E. Leiwakabessy, M.MA., saat membuka FGD Akhir membahas Sektor Kepariwisataan Halmahera Utara, di Ruang Rapat Fredy Tjandua (FTJ) Kantor Bupati Halmahera Utara, Rabu (23/11).
Dengan pembangunan kepariwisataan di wilayah Halmahera Utara, Valentino meyakini akan mempercepat masuknya investasi, mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan sumber pendapatan baru di luar perikanan dan tambang. Dengan kehadiran pariwisata juga diharapkan mampu melestarikan alam, lingkungan dan budaya.
“Pariwisata hadir untuk merawat alam dan budaya yang kita miliki di Bumi Hibua Lamo ini yang masih memegang adat istiadat yang kuat. Karenanya apresiasi tinggi kepada Dinas Pariwisata Halmahera Utara dan Pusat Studi Pariwisata UGM yang menggelar FGD Akhir guna menghasilkan produk regulasi pariwisata sebagai basis perencanaan kepariwisataan,” imbuhnya.
Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos, M.Si., dalam paparannya menilai pariwisata Halmahera Utara memiliki potensial market untuk wisatawan Jepang. Para wisatawan Jepang, menurutnya dapat melakukan perjalanan romantisme napak tilas dengan melihat bangkai kapal Jepang Tosimaru di Malifut dan peninggalan PD II lainnya.
“Sebutan The Little Tokyo untuk wilayah Kao- Malifut mulai ramai di media sosial. Saat ini amenitas mulai tumbuh dengan munculnya hotel-hotel baru yang lebih representatif untuk menginap tamu,” ungkap Destha.
Hal yang cukup menggembirakan, kata Destha, hadirnya resort dan cottage milik swasta di Telaga Paca, Pulau Meti, dan Pulau Magaliho. Resort-resort dengan para pemiliknya ini diharapkan mampu mendorong pemberdayaan masyarakat lokal dengan melibatkan, mendidik calon-calon tenaga kerja lokal sebagai bagian dari pelaku usaha wisata.
“Nampaknya mulai berjalan tapi perlu pengembangan, sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh owner Telaga Paca Cottage and Resto,” ucapnya.
Peneliti Puspar UGM lainnya, Wijaya S. Hut. M.Sc menyampaikan hasil kajian analisis Pusat Studi Pariwisata UGM. Hasil kajian menyebutkan terkait daya tarik wisata mencatat ada 133 objek tersebar di 15 kecamatan. Daya tarik wisata alam menempati urutan terbanyak, yaitu 117 objek atau 88 persen, disusul daya tarik wisata budaya 15 objek atau 11 persen, dan daya tarik wisata buatan sebanyak 1 objek atau 1 persen.
“Dari 133 daya tarik wisata terdapat 10 daya tarik wisata unggulan, yaitu Tanjung Bongo, Pulau Meti, Pantai Luari, Pulau Kahino, Telaga Paca, Air Panas Mamuya, Pulau Tagalaya, Pantai Kupa-Kupa, Pulau Magaliho, dan Telaga Duma,” katanya.
Sedangkan 34 objek atau 26 persen daya tarik lainnya termasuk kategori menonjol dan 89 objek atau 67 persen masuk kategori potensial. Dengan kondisi sumber daya wisata tersebut, Puspar UGM menawarkan Visi Kepariwisataan Kabupaten Halmahera Utara 2023-2032, yaitu “Terwujudnya Kabupaten Halmahera Utara sebagai Destinasi Ekowisata yang Berkelanjutan, Inovatif, Sinergi, dan Menyejahterakan Masyarakat”.
“Mengapa ekowisata? Halmahera Utara memiliki 2 basis produk ekowisata yang kuat, yaitu potensi alam yang sangat beragam seperti 65 pulau-pulau kecil, 52 spot dive, 121 desa pesisir, underwater volcano, 5 gunung 1 diantaranya gunung api, 6 telaga, air panas alami, 64 DAS, keragaman flora dan fauna endemik burung Gosong Maluku, air terjun, laguna, mangrove serta keragaman budaya adat tradisi masyarakat adat Hibua Lamo, serta peninggalan perang dunia II di wilayah Kao-Malifut,” ucapnya.
Ika Rachmadani Kurniawan, asisten peneliti Puspar UGM, menambahkan dari analisis kewilayahan pariwisata yang dilakukan, Pusat Studi Pariwisata UGM mengusulkan tiga Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten (KSPK). KSPK 1 Kota Tobelo-Gugusan Pulau Tobelo dan sekitarnya bertema wisata bahari, pantai didukung wisata city tour, wisata budaya dan kuliner. KSPK 2 Galela dan sekitarnya bertema wisata tirta (telaga dan air panas) didukung wisata bahari, petualangan alam gunung api, budaya, dan kuliner.
“Dan KSPK 3 meliputi Telaga Paca, Pulau Meti, Pulau Magaliho dan sekitarnya bertema ekowisata telaga, hutan, dan wisata bahari didukung wisata budaya dan kuliner,” terangnya.
Radios Simanjuntak, S. Hut., MSi, dosen Fakultas Kehutanan di Universitas Halmahera yang turut hadir sebagai penanggap FGD, menyoroti visi kepariwisataan Halmahera Utara cocok diarahkan bertema ekowisata. Hanya saja, menurutnya, mewujudkan ekowisata berbasis masyarakat tentunya tidak mudah dan banyak tantangan serta hambatan.
Hambatan dan tantangan tersebut khususnya dalam hal menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mencintai alam dan lingkungan. Halmahera Utara memiliki potensi atraksi ekowisata yang beragam dan unik baik pulau-pulau kecil, hutan, fauna, gunung api tetapi perlu diingatkan bahwa ekowisata tidak sekedar pariwisata alam yang dilakukan di tempat-tempat alamiah.
“Yang paling penting adalah perilaku pengelola, pengunjung, dan perilaku kita semua. Pendek kata, pentingnya mendorong kesadaran masyarakat agar berperilaku ramah lingkungan. Jadi, jika bersepakat Visi Kepariwisataan Halmehera Utara adalah ekowisata, maka tidak sekedar tempatnya tetapi menumbuhkan kesadaran masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan untuk berperilaku ramah dan peduli lingkungan, serta tidak membuang sampah sembarangan yang tentunya mengotori lingkungan,” paparnya.
Penulis : Agung Nugroho