Demam berdarah dengue masih menjadi ancaman dunia kesehatan. Pengendalian vektor menjadi salah satu poin penting yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan dengue. Head of the Veterinary Public Health, Vector Control and Environment unit at the Department of Control of Neglected Tropical Diseases of WHO, Dr. Raman Velayudhan, menyampaikan ada beragam tantangan dalam pengendalian vektor terutama berkaitan dengan dengue. Beberapa diantaranya yaitu meningkatnya resistensi insektisida, meningkatnya temperatur global, cuaca ekstrem, penggunaan lahan, kenaikan dalam perdagangan dan perjalanan antar negara, evolusi resistensi perilaku, dan urbanisasi.
Ia menyebutkan WHO Vector Control Advisory Group (VCAG) saat ini sedang melakukan evaluasi terhadap inovasi-inovasi dalam pengendalian vektor. Selain itu, memastikan inovasi tersebut bisa menjawab masalah yang ada.
“Inovasi yang dievaluasi salah satunya yaitu bakteri Wolbachia yang diinokulasikan ke dalam telur nyamuk Aedes aegypti untuk pengendalian dengue,”ungkapnya dalam konferensi internasional GAMA-ICTM 2022 bertajuk “Global Challenges on Tropical Medicine yang diselenggarakan oleh Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada dan World Mosquito Program Yogyakarta didukung Yayasan Tahija pada pertengahan November 2022 secara daring.
Dr. Henrik Salje, Assistant Professor, Department of Epidemiology at the Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health in Baltimore, yang melakukan pemodelan Wolbachia dalam pengendalian dengue, menyampaikan bahwa tingkat introgresi Wolbachia mengalami penurunan selama musim panas, dan bekerja lebih baik pada musim dingin sehingga perubahan iklim perlu diperhitungkan dalam pemodelan. Ia menambahkan, introgresi pada tingkat menengah pun dapat mengurangi kejadian demam berdarah.
Prof. Ary Hoffmann, Chair of Ecological Genetics Biosciences, University of Melbourne, menceritakan tentang pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dengan pendekatan suppression (menekan populasi) di perkampungan di daerah Guangzhou, China. Setelah rilis dilakukan terdapat penurunan jumlah nyamuk lokal. Namun, setelah pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dihentikan, populasi nyamuk lokal kembali lagi.
Katherine L. Anders, Director of Impact Assessment at the World Mosquito Program (WMP), pada sesi yang sama memaparkan tentang intervensi Wolbachia yang dikembangkan oleh World Mosquito Program. Nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dapat memberikan proteksi bagi masyarakat dari dengue dalam jangka waktu panjang.
“World Mosquito Program saat ini telah menjalankan proyek Wolbachia di 11 negara, yaitu di Indonesia, Australia, Vietnam, Sri Lanka, Kiribati, Vanuatu, Fiji, New Caledonia, Mexico, Colombia, dan Brazil. Hingga saat ini sudah menjangkau 10 juta orang sebagai penerima manfaat,”paparnya
Katherine menyampaikan bahwa dari evaluasi ekonomi yang telah dilakukan, teknologi Wolbachia akan sangat menghemat biaya pada daerah urban dengan populasi tinggi. Ia memaparkan, jika teknologi Wolbachia diterapkan di 7 kota di Indonesia, bisa mencegah 1 juta kasus dan menyelamatkan 500 nyawa penduduk setiap tahunnya. Ini sudah menghemat 2-3 kali investasi selama 10 tahun dari biaya pengobatan dan biaya produktivitas yang hilang karena dengue.
Ia menambahkan, WMP bersama mitra telah sukses mengimplementasikan teknologi Wolbachia selama 10 tahun terakhir, dengan pelepasan skala besar di Indonesia, Brazil, dan Colombia. Metode ini telah terbukti memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat. Wolbachia ini juga merupakan metode yang berkesinambungan, resilient, dan cost effective, sehingga metode ini bisa dipertimbangkan menjadi salah satu infrastruktur kesehatan publik di masa depan.
Project Leader WMP Yogyakarta Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D, memaparkan perjalanan penelitian WMP Yogyakarta. Persiapan keamanan dan kelayakan dilakukan di tahun 2011, kemudian pelepasan terbatas di 2014, kajian risiko di 2016, penelitian quasi-experimental di 2016, dan penelitian Randomised Controlled Trial pada 2017-2020. Teknologi Wolbachia ini kemudian diimplementasikan di Sleman dan Bantul, bekerja sama dengan pemerintah kabupaten melalui Dinas Kesehatan di tahun 2021 dan 2022
“Penelitian WMP Yogyakarta yang sudah berlangsung lebih dari 1 dekade ini menghasilkan efikasi dimana Wolbachia efektif menurunkan 77% kasus dengue, dan 86% menurunkan tingkat rawat inap di rumah sakit,”ungkapnya.
Saat ini dikatakan Adi Utarini teknologi Wolbachia sudah menjadi bagian dari strategi nasional penanggulangan dengue 2021- 2025. Dengan upaya bersama yang terus menerus, hasil riset ini telah diterjemahkan ke dalam kebijakan nasional berbasis bukti. Implementasi selanjutnya di beberapa daerah merupakan bagian dari scale up nasional yang dipimpin oleh Kementerian Kesehatan.
Penerimaan Masyarakat Tinggi
Alan Mee, Director of Community Engagement, World Mosquito Program, menyampaikan metode Wolbachia baru bisa diimplementasikan setelah ada penerimaan dan dukungan yang kuat dari masyarakat. Ia menjelaskan, pelibatan masyarakat bisa berupa aktivitas sosialisasi di masyarakat, pembentukan kelompok rujukan masyarakat untuk mendengarkan aspirasi dari para pemangku kepentingan, dan penyediaan saluran untuk menangkap concern dari masyarakat. Setelah kegiatan-kegiatan pelibatan masyarakat dilakukan di tahap persiapan, sebuah survei dilakukan untuk mengukur seberapa besar dukungan dari masyarakat sebelum nyamuk ber-Wolbachia dilepaskan.
“Tingkat penerimaan masyarakat seperti di Meksiko mencapai 92%, Kolumbia 93%, Brazil 86%, Australia 90%,Indonesia (Yogyakarta) 91%, dan Vietnam 97%,”jelasnya
Ia percaya bahwa pelibatan masyarakat yang baik akan menghasilkan dukungan yang kuat dari masyarakat. Mereka juga dapat berperan aktif dalam kegiatan peletakan ember nyamuk ber-Wolbachia, dengan menjaga ember tetap aman, atau menjaga alat perangkap nyamuk dewasa untuk kebutuhan monitoring. Keterlibatan ini berpengaruh terhadap meningkatnya pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap teknologi.
Penulis: Ika