Yogya (KU) – Hasil survei Pusat Kajian Bioetika Fakultas Kedokteran UGM terhadap 2.000 responden di 15 kampung di DIY menemukan lebih dari 53 persen rumah tangga mempunyai anggota keluarga yang merokok. Rata-rata rokok yang dihisap per hari minimal 10 batang. “Lebih dari 88 persen laki-laki merokok dalam rumah yang terdapat wanita dan anak-anak. Minimal empat batang rokok dihisap laki-laki di dalam rumah,” kata Retna Siwi Patmawati, peneliti Pusat Kajian Bioetika Fakultas Kedokteran UGM, Rabu (26/5), di Fakultas Kedokteran UGM.
Menurut Siwi, asap rokok yang dibuang di dalam rumah akan tersebar selama 4-6 jam dalam ruangan. Hal itu berdampak merugikan kesehatan anggota keluarga di dalam rumah. Partikel rokok yang menempel di dinding, karpet, dan mainan anak-anak menyebabkan anak-anak dan wanita mendapat dampak buruk. “Karenanya merokok tidak dibenarkan di dalam rumah. Wanita dan anak-anak memiliki akibat yang sama dengan perokok karena rentan,” katanya.
Siwi menambahkan sebanyak 42 persen anak-anak dan 54 persen wanita terkena asap rokok yang dihisap suaminya. Padahal, dari survei tersebut diketahui bahwa 74 persen istri tidak suka suaminya merokok. Namun, 32 persen di antaranya mengatakan tidak dapat berbuat apa-apa. Sebagian besar responden wanita mendukung gerakan masyarakat rumah bebas asap rokok. “87 persen wanita mendukung gerakan ini, sementara hanya 71 persen laki-laki perokok yang mendukungnya, sisanya menolak,” katanya.
Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D. mengatakan 15 Rukun Warga (RW) di Kota Jogja pada tahun ini menjadi pilot project untuk program “Rumah Sehat Bebas Rokok”, antara lain, Pakuncen, Muja-muju, Gunungketur, dan Suryowijayan. Program ini digulirkan karena tingginya angka perokok di DIY, baik perokok aktif maupun pasif. “Kita akan menerapkan rumah bebas asap rokok di mana semua RT menandatangani, didukung oleh dinas kesehatan, dan FK UGM,” katanya.
Dalam deklarasi disebutkan bahwa perokok tidak akan merokok di dalam rumah, tetapi di luar rumah. Selain itu, disebutkan pula untuk tidak akan merokok dalam pertemuan RT/RW dan kegiatan kampung lainnya, serta tidak menyediakan asbak di rumah dan setiap pertemuan warga.
Sudarmadi (61), Ketua RW 11 Muja-muju, mengatakan 300-an kepala keluarga di kampungnya dalam satu tahun terkahir sudah terlibat dalam aktivitas gerakan “Rumah Bebas Asap Rokok”. Kegiatan tersebut ternyata cukup efektif menyadarkan masyarakat tentang kerugian merokok. Gerakan dimulai dengan tidak merokok saat pertemuan RT dan di rumah. “Masyarakat sudah mulai sadar akan kerugian merokok. Sekarang banyak suami merokok di luar rumah. Memang masih ada satu dua yang belum sadar. Kita terus lakukan sosialisasi,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)