Kepala Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada, Ir. Sarjiya, S.T., M.T., Ph.D., mendorong pemerintah melakukan konversi kompor gas ke kompor listrik untuk mengurangi ketergantungan LPG yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Apalagi ketergantungan impor gas LPG setiap tahun semakin meningkat jumlah subsidi yang mencapai puluhan triliun rupiah per tahun. Selain itu, konversi tabung gas ke kompor listrik ini juga mendorong peningkatan pemakaian listrik di kalangan masyarakat, sebab saat ini beberapa pembangkit PLN mengalami kelebihan kapasitas daya listrik pasca proyek pembangunan proyek listrik 35 ribu Megawatt. “Kita sepakat bila ada kebijakan ke kompor listrik untuk mengganti LPG untuk mendukung elektrifikasi. Kita tahu 80 hingga 90 persen LPG yang dipakai adalah impor,” kata Sarjiya dalam webinar yang bertajuk Menuju Indonesia Bebas Emisi dengan Pemanfaatan Sumber Energi Listrik, Selasa (29/11).
Sarjiya menyebutkan saat ini PLN mengalami kelebihan kapasitas produksi sementara kebutuhan listrik tidak begitu efisien. Kelebihan daya listrik yang dihasilkan mencapai 30-40 persen di beberapa PLTU. “Kapasitas yang berlebih dengan investasi yang besar, tentunya ada peningkatan biaya risiko yang harus dikeluarkan,” katanya.
Sarjiya mengakui bahwa proyek listrik 35 ribu Megawatt yang dicanangkan pemerintah cukup berhasil, namun dari sisi kapasitas yang cukup besar tersebut diikuti permintaan kebutuhan listrik baik di industri dan masyarakat umum. “PLN sukses membangun PLTU dengan kapasitas yang sangat besar. Akan tetapi kapasitas pembangkit yang jauh melebihi kebutuhan,” imbuhnya.
Melalui program elektrifikasi dengan penggunaan kompor listrik, katanya, diharapkan bisa memanfaatkan kelebihan kapasitas produksi listrik PLN. Selain penggunaan kompor listrik untuk skala rumah tangga ia juga sepakat pemerintah perlu mendorong penggunaan energi listrik untuk alat transportasi.
Pakar Energi Terbarukan dari Yayasan Purnomo Yusgiantoro Center, Filda C Yusgiantoro, MBA, Ph.D., mengatakan realisasi kontribusi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional masih berada di bawah target yang telah ditetapkan. Selain itu, batu bara masih mendominasi bauran energi nasional Indonesia khususnya sektor pembangkit listrik Indonesia.
Padahal, Indonesia memiliki sebagian besar sumber EBT dunia, namun pemanfaatannya masih rendah dengan potensi sumber daya sebesar 3.697 GW dan pemanfaatannya masih sekitar 11,6 GW atau 0,31 persen dari total potensi. Filda merinci beberapa sumber energi terbarukan yang tersedia di Indonesia seperti energi panas matahari, energi angin, air, bio energi, panas bumi, energi gelombang laut dan energi nuklir.
Ia berkeyakinan ke depan bioenergi akan mendominasi pemanfaatannya di sektor transportasi. Sementara penggunaan sumber air, panas bumi dan matahari akan mendominasi di sektor kelistrikan.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Freepik