Tim Physicoo yang beranggotakan para mahasiswa Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM angkatan 2020 berhasil meraih First Runner Up dan Best Poster pada International Paper Competition DERRICK 2022. Mereka adalah Sasa Aulia, Thariq Arian K, dan Khorunnasi Rudin.
DERRICK Oil and Gas Competition 2022 merupakan kompetisi tingkat Internasional terkait perminyakan yang digelar setiap tahun oleh HIMA-EP PEM Akamigas bersama IATMI SM PEM Akamigas dan SPE PEM Akamigas. Terdapat tiga tahapan dalam lomba ini yakni pengumpulan abstrak, pengumpulan full, dan presentasi pada tanggal 23-24 September 2022.
“Alhamdullilah Tim Physicoo Fakultas Teknik UGM berhasil meraih First Runner Up International Paper Competition dan Best Poster,” ujar Tharig Arian, di Fakultas Teknik UGM, Rabu (14/12).
Thariq menjelaskan Tim Physicoo dalam kompetisi kali ini mengajukan judul “Diesel Carbon Capture (DCC): A Pragmatic Compromise between Carbon Emission and Energy Demand Growth in a Common-Used Diesel Power Plant from PostCombustion Gas”. Paper dibuat dengan mengangkat persoalan seputar pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang saat ini menghasilkan karbon dalam jumlah besar berupa emisi dioksida ke atmosfer.
Sasa Aulia menambahkan lebih dari 12 miliar ton CO2 dihasilkan pembangkit listrik berbahan fosil setiap tahunnya. Hal tersebut diyakini menjadi penyebab utama perubahan iklim. Mengutip data Badan Energi Internasional diperkirakan produksi listrik dari bahan bakar fosil akan meningkat sekitar 30 persen pada tahun 2035.
Kenaikan tersebut pastinya akan berdampak menghasilkan CO2 lebih banyak. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan sebuah inovasi teknologi guna mengurangi emisi CO2 dan penggunaan teknologi hijau di pembangkit listrik fosil.
“Oleh karena itu, kami mengusulkan sistem inovasi bernama Diesel Carbon Capture (DCC). Sistem ini menggunakan mesin diesel sebagai penghasil utama CO2. CO2 kemudian dikumpulkan dan diproses melalui banyak cara seperti mengompresi, memadatkan, dan memurnikan untuk mendapatkan konsentrasi CO2 yang diinginkan,” jelasnya.
CO2 kemudian diangkut ke sejumlah aplikasi sebagai injektor cairan EOR, dan Injektor DGR. Metode ini tentunya dapat mengurangi total emisi CO2 pada pembangkit listrik 4MW hingga 9.224 metrik ton CO2 (90 persen Emisi CO2).
“Kami mengusulkan turbin pemulihan panas sekunder untuk memaksimalkan efisiensi proses pendinginan”, terangnya.
Salsa menuturkan Unit Penyerapan CO2 akan dibagi menjadi 3 tahapan. Tahapan tersebut yaitu dengan mencampurkan gas hasil pembakaran dengan KOH pekat menjadi membentuk K2O3 dengan H2O sebagai produk sampingan.
Kemudian membuat reaksi K2O3 dengan Ca(OH)2 hingga terbentuk KOH dan CaCO3. Dengan menerapkan teknologi ini diharapkan berdampak pada kekurangan 14 persen dan 30-70 persen kenaikan harga listrik. Dengan Proses EOR, ini maka jumlah minyak yang diperoleh kembali diperkirakan antara 18 – 55 persen dari OOIP.
“Karenanya DCC layak untuk diterapkan dengan nilai NPV positif dan IRR lebih dari 10 persen. Dengan demikian, DCC bisa diterapkan untuk menciptakan teknologi hijau yang dapat mencapai target SGDs di poin 7 dan 12, sekaligus mampu mendemonstrasikan kegiatan pada CCS pasca-pembakaran,” urainya.
Khorunnasi Rudin menambahkan dengan pengajuan karya ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi pemerintah serta industri minyak dan gas untuk mengembangkan green technology pada conventional resources. Selain itu, inovasi ini tentunya dapat membantu mewujudkan SDGs tahun 2030, yaitu pada poin poin 7 (energi bersih dan terjangkau), dan poin 12 (konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab).
“Ini mestinya sesuai target sasaran yang diharapkan, bahwa melalui pengajuan inovasi ini dapat memberikan manfaat keberlanjutan bagi kehidupan serta ekonomi di Indonesia,” ungkapnya.
Penulis : Agung Nugroho