Universitas Gadjah Mada meresmikan patung Craki di pasar Ngasem, Kota Yogyakarta, Jumat (16/12). Peresmian ditandai dengan pembukaan selubung dari patung yang menggambarkan seorang wanita penjual jamu gendong yang tengah duduk menekuk lutut serata menuangkan botol jamu ke dalam sebuah mangkuk. Patung diletakkan di tengah pintu masuk pasar Ngasem ini sengaja dibuat seukuran tubuh manusia yang bahannya seluruhnya dari logam dan berdiri di atas fondasi batu kali.
Ketua Panitia Dies Natalis ke-73 UGM, Prof.Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc., mengatakan pemasangan patung Craki atau peracik jamu di lokasi Pasar Ngasem sebagai bentuk apresiasi UGM kepada para perajin jamu yang masih meneruskan warisan leluhur berupa minuman jamu. “Para perajin jamu inilah yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan dan kebugaran masyarakat nusantara sejak ratusan tahun silam dan sampai saat ini masih melestarikan budaya minum jamu secara tradisional,” kata Eni.
Menurut Eni, para perajin jamu yang hingga saat ini masih meneruskan dan melestarikan warisan leluhur tersebut sebagai penjual jamu gendongan sekaligus peracik jamu.”Sejak dulu hingga sekarang, penjual jamu gendong selalu terampil dan setia mengunjungi dari rumah ke rumah untuk menjaga kesehatan para penghuni rumah dengan cara menggendong jamu. Menggendong barang seperti anak kecil dengan lemah lembut dan telaten. Mereka adalah pejuang yang memelihara tradisi dan berperan penting bagi kesehatan masyarakat,” tegasnya.
Dikatakan Guru Besar pada teknologi pangan ini, jamu dalam ilmu pengetahuan modern disebut makanan fungsional yang saat ini juga dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai minuman kesehatan selama puncak pandemi lalu.
Soal penempatan patung Craki di pasar Ngasem menurut Eni dikarenakan pasar Ngasem merupakan salah satu pasar tradisional yang masih menjajakan minuman jamu. Salein itu, kawasan ini berada di depana kawasan bagunan heritage Tamansari. “Kita memilih pasar Ngasem sebagai kawasan heritage dan diwujudkan oleh Pemkot Yogyakarta sebagai objek wisata baru. Di pasar ini juga dikenal makanan tradisional yang masih melegenda diantaranya apem beras dan jadah wajik dan brongkos koyor,” jelasnya
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha dan Kerja Sama, Universitas Gadjah Mada, Ignatius Susatyo Wijoyo, M.M., mengatakan jamu merupakan bagian dari warisan leluhur yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Peresmian patung craki ini, kata Susatyo, makin menegaskan UGM sebagai universitas kerakyatan yang ingin selalu dekat dengan masyarakat terutama mereka yang menjalani profesi pengrajin jamu yang sudah ikut memelihara jamu sebagai minuman kesehatan tersebut. “Jamu merupakan warisan leluhur sejak zaman Mataram sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Bukan sekedar menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh, namun bisa jadi preventif dan gaya hidup kita,” katanya
Susatyo menambahkan jumlah penjual jamu gendong sekarang ini jauh berkurang dibandingkan era 30 tahun lalu dimana para penjual jamu berkeliling ke setiap rumah penduduk untuk menawarkan jamu. Tidak hanya para penjual, namun juga konsumen juga jauh berkurang. “Peracik jamu jumlahnya semakin sedikit karena generasi muda tidak banyak mengenal dan terbiasa mengonsumsi jamu. Kita mendorong peracik jamu lalu para peminumnya agar lebih diedukasi dan dibudayakan kembali,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, Susatyo mengusulkan agar minuman jamu dipajang di hotel bintang tiga hingga bintang lima untuk mengenalkan jamu pada wisatawan. “Dulu kita cari jamu di pasar atau di jalan. Jika jamu masuk ke hotel bintang tiga hingga bintang lima tentu banyak yang minta. Jika yang meminta banyak dan segmen diperluas maka kebiasaan masyarakat untuk minum jamu makin meningkat,” jelasnya
Sunaryanti, 61 tahun, salah satu peracik jamu tradisional mengaku senang dan bangga adanya patung Craki di tengah pasar Ngasem. Ia mengaku sudah berjualan jamu selama 40 tahun lalu. “Tahun 1982 saya sudah buka di pasar Ngasem ini,” kata wanita asal Kadipiro, Desa Ngestiharjo, Kasihan, Bantul ini.
Di tengah menurunnya jumlah peminat minum jamu, Sunaryanti tetap bertahan sebagai peracik jamu rumahan. Melalui produk jamu Dijamoni, dalam sehari Sunaryanti mengaku bisa menjualkan sekitar lebih dari seratus botol dengan harga 5 ribu rupiah hingga 8 ribu rupiah dengan produk jamu beras kencur dan kunir asem. “Saya titipkan di salah satu toko di pasar Ngasem, sisanya dijual secara online dari rumah,” katanya
Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Dr. Mochammad Maksum, M.Sc., mengatakan diresmikannya patung Craki menandaskan bahwa UGM memberikan apresiasi pada masyarakat yang telah melestarikan warisan budaya bangsa. “Patung Craki ini bagian jati diri dari UGM tidak lupa pada para penjual jamu gendong. Begitu pun dengan petani dan peternak sebagai warga akar rumput yang tinggal di pelosok gunung. Kita ingin UGM selalu memberikan manfaat bagi masyarakat kecil,” katanya.
Penulis: Gusti Grehenson