Sebagai upaya pengurangan carbon dioxide pemerintah mendorong migrasi dari kendaraan bermotor fosil ke kendaraan listrik melalui insentif. Pasalnya, salah satu penyumbang terbesar carbon dioxide adalah asap kendaraan bermotor yang menggunakan energi fosil.
Sebagai upaya pengurangan, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan pemerintah berencana akan memberikan subsidi pada setiap pembelian mobil listrik sebesar Rp80 juta, mobil listrik hybrid Rp40 juta, sepeda motor listrik Rp8 juta, dan konversi motor listrik Rp5 juta. Tujuan pemberian insentif kendaraan listrik ini adalah untuk memberikan kontribusi pencapaian zero carbon pada 2060.
“Pemberian insentif kendaraan listrik tentunya menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pembentukan ecosystem industry Nikel-Baterai-Mobil Listrik, utamanya dalam menciptakan pasar (market creation),” ujar Dr. Fahmy Radhi, MBA, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Senin (19/12).
Pengamat Ekonomi Energi Unversitas Gadjah Mada tersebut berpendapat pemberian insentif kendaraan listrik sebagai upaya menekan harga kendaraan listrik yang saat ini harganya masih mahal sehingga harga terjangkau oleh masyarakat. Harapannya masyarakat pun akan beramai-ramai melakukan migrasi ke kendaraan listrik.
Untuk menciptakan pasar kendaraan listrik, kata Fahmy, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden No.7/2022 tentang Pengunaan Kendaraan Bermotor listrik berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai kendaraan dinas bagi pejabat pemerintah pusat dan daerah. Sayangnya, pasar kendaraan dinas tidak begitu besar. Oleh karena itu, penciptaan pasar kendaraan listrik perlu diperluas pada konsumen perorangan melalui pemberian subsidi bagi setiap pembelian kendaraan listrik.
“Dengan demikian, pemberian subsidi ini sebenarnya bukan semata-mata memberikan subsidi bagi orang kaya yang mampu membeli kendaraan listrik, tetapi lebih untuk mempercepat migrasi dari kendaraan fosil ke kendaraan listrik yang ramah lingkungan,” ungkapnya.
Dia menambahkan negara-negara lain juga memberikan insentif serupa bagi kendaraan listrik secara memadai dan berkelanjutan, di antaranya USA, China, Norwegia, Belanda, dan Jepang. Tentunya tidak hanya negara-negara maju, tetapi negara-negara berkembang juga memberikan insentif kendaraan listrik, di antaranya Thailand, Vietnam, India, dan Sri Langka.
Dalam penciptaan pasar kendaraan listrik ini pemerintah harus mewapadai jangan sampai pasar dalam negeri dikuasai oleh produk impor dan perusahaan asing, seperti industri otomotif konvensional. Untuk itu, pemerintah sudah seharusnya mensyaratkan pemberian insentif kendaraan listrik ini dengan mengutamakan membeli produk-produk Indonesia, namun juga harus mensyaratkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 75 persen.
“Pemerintah sebaiknya harus mensyaratkan juga transfer teknologi, khususnya technological capability dalam waktu 5 tahun. Kalau persyaratan tersebut terpenuhi, pada saatnya kendaraan listrik dapat diproduksi sendiri oleh anak-bangsa, dan dapat dipasarkan di pasar dalam negeri dan luar negeri,”terangnya.
Fahmy menandaskan jika pasar dalam negeri sudah terbentuk maka tanpa disuruhpun PLN pasti akan berinvestasi untuk pendirian Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) di seluruh wilayah Indonesia, lantaran SPLU merupakan investasi yang prospektif. Untuk penyediaan SPLU tersebut, PLN sebaiknya mengandeng pengusaha UMKM yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, PLN secara konsisten seharusnya juga menjalankan program migrasi dari penggunaan Batu Bara ke Energi Baru dan Terbarukan. Melalui insentif kendaraan listrik ini diharapkan ke depan akan tercipta penggunaan energi ramah lingkungan dari hulu hingga hilir sehingga bukan mustahil bagi Indonesia mencapai zero carbon pada 2060.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Mobil123.com