Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, SE., M.Sc., Ph.D., mendapatkan Anugerah Hamengku Buwono IX dari Universitas Gadjah Mada pada puncak Dies Natalis ke -73 UGM, Senin (19/12) di Grha Sabha Pramana UGM. Perry Warjiyo ditetapkan sebagai tokoh nasional yang dianggap layak mendapatkan penghargaan atas dedikasinya pada bangsa dan kemanusiaan. Penyerahan anugerah tersebut diserahkan langsung oleh Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia M.Med., Ed., Sp.OG(K), Ph.D., dan Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Dr. Ir. Mochammad Maksum, M.Sc.
Pada malam orasi penerima Anugerah HB IX di Keraton Yogyakarta, di hadapan Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Rektor UGM, Perry dengan rendah hati mengaku belum pantas menerima penghargaan prestisius tersebut. Sebab, menurut Perry, penerima penghargaan ini dianggap meneladani karakter dan keteladanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang telah berjasa dalam mempertahankan bangsa Indonesia di tengah agresi militer belanda hingga akhirnya ibu kota dipindah ke Yogyakarta. Selain itu, Sri Sultan HB IX pula yang menginisiasi pendirian kampus UGM dengan menyatukan berbagai sekolah pendidikan tinggi yang ada di sekitar DIY. “Saya merasa belum pantas. Saya anak desa, anak petani dinasehati hidup itu harus amanah. Saya belum apa-apa dibandingkan dengan sinuhun,” katanya
Menurut alumnus Fakultas Ekonomi UGM tahun 1982 ini, penghargaan yang diberikan padanya tidak lepas dari sepak terjang yang dilakukannya dalam memimpin Bank Indonesia. ”Apa yang dilakukan Bank Indonesia agar kita lepas dari krisis merupakan kerja dari segenap para pimpinan BI yang sudah memiliki pengalaman mengatasi krisis termasuk krisis multidimensi pandemi Covid-19,” ujarnya.
Dalam memimpin Bank Indonesia, kata Perry, ia banyak belajar dari keteladanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yaitu seorang pemimpin itu harus memiliki sikap konsisten, inovatif, bersinergi. Konsistensi dirinya ditunjukkan dengan melaksanakan amanah secara konsisten. “Seorang pemimpin itu harus melaksanakan amanah secara konsisten. Jangan tergiur politik dan kita bersyukur dengan apa yang diwariskan HB IX, mendidik kita jadi pemimpin yang konsisten dengan pemahaman akademik yang kita miliki dan betul menetapkan kaidah ilmu dalam melaksanakan amanah. Semakin ke atas, hembusan angin politik semakin kencang. Jika tidak menggunakan kaidah akademik yang dididik di UGM maka kita bisa goyah,” jelasnya.
Selanjutnya, pemimpin harus banyak melakukan inovasi dalam memutuskan sebuah keputusan atau kebijakan. Menurutnya, saat jadi pemimpin berbeda dengan pemahaman yang dimiliki dalam teori akademik karena yang di lapangan masalah yang dihadapi bersifat kompleks sehingga asumsi dalam sisi akademik belum tentu sama dengan fakta di lapangan. “Perlu inovasi dan terobosan dalam mengatasi masalah, namun tetap konsisten pada akademik dengan memperkuat terobosan ilmu dan cara baru,” paparnya.
Sinergi dan kolaborasi, menurut Perry, harus dimiliki oleh seorang pemimpin dikarenakan dalam memutuskan suatu kebijakan tidak bisa asal semaunya, namun perlu bersinergi. Bahkan, di Bank Indonesia ia melakukan hal itu dalam merumuskan setiap kebijakan fiskal dan moneter.
Dalam kesempatan itu, Perry bercerita pengalamannya dalam mengatasi ancaman krisis dan resesi ekonomi pada awal pandemi Covid-19. Meski BI sudah berpengalaman dalam mengatasi krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998 dan krisis ekonomi pada tahun 2008, namun krisis yang disebabkan pandemi Covid-19 justru yang paling parah karena hampir seluruh negara mengalaminya karena ada pembatasan aktivitas kegiatan ekonomi. “ Ancaman krisis dimulai di awal pandemi, investor global panik dalam dua minggu sekitar 11 miliar dollar atau 175 triliun rupiah keluar dari Indonesia. Lalu, nilai kurs rupiah hampir tembus 17 ribu bahkan bisa 20 ribu. Lima bank akan tutup. Rumah sakit penuh. Sudah cari oksigen. Mau beli vaksin tidak punya duit. Harga vaksin waktu itu 40 dollar per ampul,” katanya.
Bersinergi dengan pemerintah melalui Kementerian Keuangan, kata Perry, BI mengeluarkan kebijakan menurunkan suku bunga acuan terendah 3,5 persen. Selanjutnya untuk mengendalikan nilai rupiah, BI mengucurkan dana hingga 200-300 triliun rupiah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah serta menambah likuiditas hingga 805,5 triliun rupiah agar perbanka tetap berjalan.
Meski begitu, kebijakan yang dibuat oleh BI harus berlandaskan dengan pijakan hukum yang kuat. Oleh karena itu, bersinergi dengan pemerintah pihaknya mengeluarkan UU tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019. “Harus ada landasan hukum yang jelas. Lalu, ada keputusan bersama antara BI dan Kemenkeu yang memungkinkan BI membiayai 1.144 triliun rupiah selama tiga tahun,” katanya.
Pengalaman dalam menghadapi ancaman krisis ekonomi multidimensi selama pandemi ini, Perry mengaku memetik pelajaran penting bahwa di balik setiap kesulitan selalu ada kemudahan. Di setiap kegelapan ada jalan terang dan di setiap masalah selalu ada berkah.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam pidato sambutannya mengatakan suatu kehormatan bagi keluarga besar Keraton Yogyakarta bahwa penyerahan Anugerah HB IX sudah menjadi tradisi rangkaian kegiatan Dies Natalis UGM setiap tahunnya. “Menjadi kehormatan sekaligus menjadi motivator untuk meningkatkan pengabdian dan prestasi dari penerima anugerah ini,” katannya.
Soal pemakaian nama HB IX dalam penganugerahan ini, menurut Sri Sultan, sudah mendapat persetujuan dari keluarga keraton Yogyakarta. Ia bercerita bahwa Ayahandanya pernah berpesan jika ia sudah meninggal dunia, ia tidak ingin namanya disematkan pada nama jalan, patung ataupun nama gedung.”Swargi sebelum beliau mangkat, berpesan jangan sampai nama beliau dijadikan patung, nama jalan, nama gedung ataupun yang lain. Selama ini, hanya dua momen yang saya setujui, dipasang gambarnya pada uang sepuluh ribu saat perayaan hari BI. Lalu, Anugerah HB IX dan yang lain tidak pernah kami setujui,” katanya.
Ditetapkannya Perry Warjiyo sebagai penerima Anugerah HB IX tahun ini, Sri Sultan HB X memandang Perry sebagai sosok yang tepat untuk menerimanya. Selama menjadi Gubernur BI, kata Sri Sultan, Perry banyak melakukan terobosan di bidang kebijakan moneter nasional dan global. “Dipandang tepat sidang DGB dengan menetapkan Bapak Perry Warjiyo. Sebagai nakhoda dalam penanggulangan ekonomi kita di saat pandemi sehingga ekonomi tidak terperosok terlalu dalam dan negara kita tangguh menghadapi krisis ini,” ujarnya.
Sementara Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof.dr. Ova Emilia M.Med.Ed., Sp. OG (K)., Ph.D., mengatakan Perry Warjiyo merupakan sosok yang tekun dalam kiprahnya saat menjalankan kebijakan perekonomian nasional. “Selamat kepada Bapak Perry Warjiyo yang mendapatkan anugerah ini merupakan sosok yang tekun dalam kiprahnya menjalankan kebijakan ekonomi nasional dan berhasil meraih prestasi di bidang ini. Semoga anugerah ini memberikan motivasi bagi pembangunan bangsa dan bisa meneladani karakter dan teladan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX,” pungkasnya.
Penulis: Gusti Grehenson
Foto : Firsto