Wedang Uwuh
Masyarakat Yogyakarta dapat dipastikan sudah tidak asing lagi dengan nama salah satu minuman tradisional khas Imogiri ini. Wedang uwuh, yang berarti ‘minuman sampah’ ini memiliki cita rasa yang unik, mampu menyegarkan, dan menyehatkan tubuh. Oleh karena itu, tidak heran jika kini minuman ini digemari banyak kalangan.
Melihat kondisi tersebut, tiga mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, tergerak untuk mengembangkan minuman tradisional Jawa tersebut. Mereka adalah Eva Yuliana, Ika Efrianasti, dan Betha Nur. Produk yang kemudian diberi nama ‘OL-Spices Drink’ inilah yang membawa ketiganya menyabet juara II dalam ITB Enterpreneurship Challenge 2010 yang digelar pada 1-2 Mei lalu di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Mereka mengembangkan wedang uwuh menjadi produk minuman yang siap minum/ready to drink dengan melakukan pengemasan dalam botol. Di samping itu, dalam produk ini juga diberikan penambahan teknik karbonasi. Eva Yuliana menyebutkan pengkarbonasian ditujukan untuk memberikan sensasi segar/soda pada produk. “Selain itu, dengan karbonasi diharapkan mampu memberikan rasa hangat pada tubuh meskipun diminum dalam kondisi dingin,” terangnya di ruang Fortakgama UGM, Selasa (1/6).
Dengan pengemasan dalam botol, diharapkan dapat memperpanjang ketahanan minuman dan menaikkan daya jual minuman yang merupakan hasil seduhan dari rempah-rempah, seperti cengkih, daun pala, daun manis jangan, jahe, gula batu, dan serutan kayu secang ini. “Setelah dilakukan proses sterilisasi dan diberikan tambahan bahan pengawet, produk ini mampu bertahan hingga enam bulan,” katanya.
Ditambahkan Betha Nur, dengan munculnya produk ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia dalam mengonsumi produk minuman soda impor. Menurut rencana, ‘OL-Spices Drink’ akan diluncurkan ke pasaran pada bulan Juli depan.
‘MAKRON’, Pakan Udang Galah
Masih dalam kompetisi yang sama, tiga mahasiswa Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian UGM, juga berhasil meraih juara III dengan mengembangkan produksi pakan udang galah. Dodik Resianto, Isna Nurlaily, dan Rahayu Martaning Tyas menciptakan produk pakan udang galah yang diberi label MAKRON (Maccrobrachium Rosenbergii Nutrition).
Penelitian berawal dari keprihatinan mereka prihatin atas persoalan yang dihadapi petani udang galah. Petani dihadapkan pada permasalahan harga pakan yang semakin naik, sementara harga jual udang galah cenderung tetap. Melihat kelesuan yang dihadapi petani tersebut, anak-anak muda kreatif ini berupaya mengembangkan produk pakan udang galah yang berkualitas dengan harga terjangkau.
Ketiganya kemudian memanfaatkan limbah organik, seperti cangkang udang, juga limbah produksi tempe dan tahu sebagai bahan pakan udang galah. Mereka menerapkan teknologi fermentasi limbah dan melakukan penambahan tepung cassava/singkong sebagai pengganti terigu dalam binder guna mendapatkan bahan baku protein hewani. Penerapan proses pengolahan limbah yang ramah lingkungan menjadikan ketiganya juga meraih penghargaan The Best Process.
Dikatakan Dodik Resianto, produk yang dihasilkan memiliki keunggulan karena memiliki kandungan nutrisi protein yang cukup bagi pertumbuhan udang galah dengan crude protein 30-32%, performa fisik pakan yang baik bagi kebutuhan udang. Selain itu, penggunaan bahan lokal sebagai bahan baku menjadikan produk dapat diperoleh dengan harga lebih terjangkau dibandingkan produk-produk yang telah beredar di pasaran. Pakan udang galah tersebut dibandrol seharga Rp6.500,00/kg. Sementara itu, produk lain harganya berkisar antara Rp7.500,00-Rp8.000,00/kg-nya.
Disampaikan Dodik bahwa 1 kg produk yang mereka kembangkan dihasilkan dari 1 kg limbah organik. “Proses pembuatannya membutuhkan bahan baku setengah dari produk lain di pasaran. Pada umumnya, produk pakan udang galah yang beredar membutuhkan 2 kg bahan baku untuk menghasilkan 1 kg pakan udang galah,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Dodik, untuk saat ini produk yang dihasilkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan di daerah sekitar tempat produksinya. Namun, dengan adanya pendampingan lembaga intermediasi dalam program PI-UMKM BPPT 2010, diharapkan jumlah produksi selanjutnya dapat meningkat. (Humas UGM/Ika)