JOGJA (KU) – Tingkat pendidikan sebuah komunitas tidak hanya mampu meningkatkan pengetahuan dan berpikir rasional, tetapi juga meningkatkan kesadaran ramah lingkungan. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Tasdiyanto terhadap empat komunitas masyarakat di Yogyakarta. Daerah penelitian meliputi komunitas Keraton Yogyakarta, komunitas berpendidikan di Bulaksumur, komunitas bisnis di Malioboro, dan komunitas kampung Gondolayu Lor.
Menurut Tasdiyanto, komunitas berpendidikan di kompleks dosen UGM, Bulaksumur, terbukti meningkatkan kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan. Di komunitas ini, sebagian besar dihuni masyarakat berpendidikan yang memiliki pengetahuan tentang lingkungan. “Inovasi muncul, taman sangat terawat. Mereka membentuk organisasi lingkungan yang bisa mendorong komunitas lain,†kata Kepala Bidang Pusat Penataan Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas, Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Regional Jawa, ini dalam ujian promosi doktor ilmu lingkungan di Sekolah Pascasarjana UGM, Rabu (2/6).
Berbeda dengan komunitas kampung Gondolayu Lor, kesadaran tentang lingkungan memang menjadi kebutuhan masyarakat setempat akibat semakin sempitnya ruang untuk membuang sampah. Tidak heran, di Gondolayu banyak ditemukan tempat pengolahan sampah menjadi barang yang bermanfaat, seperti produk tas dan barang lainnya. “Sebelumnya, komunitas ini membuang sampah di sungai. Setelah ada penyadaran dan program dari pihak luar, komunitas kampung akhirnya bisa lebih peduli dengan lingkungannya,†ujar bapak dua anak ini.
Selain faktor kebutuhan, tingkat kesadaran ramah lingkungan komunitas Gondolayu ternyata didukung oleh tingkat solidaritas antarsesama warga yang cukup baik. Kondisi ini memudahkan bagi pemerintah dan LSM untuk melaksanakan program ramah lingkungan.
Sementara itu, di komunitas bisnis Jalan Malioboro, sebagian besar masyarakat tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan karena terbatasnya waktu mereka untuk memperbaiki lingkungan. Meskipun demikian, beberapa anggota masyarakat ada juga yang membuat taman di atas bangunan (roof garden). “Di komunitas bisnis, mereka memang tidak punya waktu khusus memikirkan lingkungan. Hanya sebagian kecil yang sadar,†ucap Tasdiyanto yang berhasil lulus cum laude dalam ujian doktornya ini.
Adapun di lingkungan Keraton Yogyakarta, kearifan budaya ramah lingkungan lebih didasarkan atas pengabdian para abdi dalem terhadap keraton. “Mereka secara rutin membersihkan lingkungan keraton. Mereka tidak berpikir banyak tentang lingkungan karena hal itu adalah kewajiban dari tugas yang mereka lakukan,†tutur pria kelahiran Banyumas, 20 juli 1972 ini. (Humas UGM/Gusti Grehenson)