Dalam hal ketersediaan infrastruktur Indonesia masih tertinggal jauh dengan negara lain. Oleh karena itu, melalui Proyek Strategis Nasional (PSN), pemerintah terus menggenjot program percepatan pembangunan infrastuktur.
Dengan investasi pembangunan PSN di berbagai sektor diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan dan perekonomian wilayah. Pada tahun 2021, pemerintah melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) telah berhasil mendorong penyelesaian 24 PSN.
Secara akumulatif, terjadi kemajuan untuk masing-masing tahapan proyek PSN dengan rincian 47 proyek dan 3 program masih dalam tahap penyiapan, 10 proyek dalam tahap transaksi, 89 proyek dan 1 program dalam tahap konstruksi, 26 proyek dan 6 program sudah beroperasi sebagian dan 36 proyek PSN telah dinyatakan selesai (KPPIP, 2021).
Meski begitu, terdapat berbagai hambatan dalam upaya menyelesaikan PSN dari aspek tata kelola, regulasi, dan koordinasi serta pengadaan lahan. Upaya pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut salah satunya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2020. Kedua, peraturan tersebut mengamanatkan KPPIP berkoordinasi dengan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) untuk mendukung percepatan proses pengadaan tanah. Harapanya satu persatu hambatan terkait dengan penyelesaian PSN ini segera dapat diselesaikan.
Aspek regulasi nampaknya masih menjadi salah satu permasalahan mendasar yang harus diselesaikan. Soal regulasi atau kebijakan dinilai belum sinkron antara pusat dan daerah sehingga berdampak pada lambatnya realisasi program yang sudah direncanakan dan menghambat keberhasilan PSN.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Pusat Studi Trasportasi dan Logistik (Pustral) UGM mengusung isu penting tersebut dalam sebuah webinar. Sebagai upaya mendapatkan masukan dari ahli, webinar bertema Konflik Peraturan Perundang-undangan yang Menghambat Pembangunan Infrastruktur di Indonesia digelar dengan mengundang pembicara Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M dan Ir. Joewono Soemardjito, S.T., M.Si selaku moderator.
Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D. selaku Kepala Pustral saat membuka webinar menyampaikan aspek regulasi memegang peranan penting dalam mendukung keberhasilan PSN. Hal tersebut terkait erat dengan koordinasi pusat dan daerah karena infrastruktur tersebut dibangun di daerah sehingga diperlukan sinkronisasi yang kuat.
“Kita semua berharap webinar ini dapat sebagai wahana untuk mendiskusikan konflik regulasi yang menghambat pembangunan infrastuktur di Indonesia, khususnya di bidang transportasi sehingga dari webinar ini dapat memberikan usulan solusi atau rekomendasi agar PSN dapat berjalan sesuai rencana dengan dukungan regulasi yang kuat,” ujarnya di Pustral UGM, Rabu (25/1).
Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M selaku narasumber menyatakan Indonesia saat ini berada pada peringkat 44 dari 53 negara dalam Laporan Institute for Management Development (IMD) World Competitive Year Book 2022. Terdapat 4 aspek yang menjadi indikator dalam pemeringkatan salah satunya adalah terkait dengan infrastruktur.
Oleh karena itu, sangat wajar bila pemerintah terus menggenjot terselesainya PSN infrastruktur nasional. Keseriusan pemerintah ditunjukan dengan besaran anggaran APBN nasional tahun 2021 dimana infrastruktur memiliki porsi anggaran terbesar kedua. Infrastruktur transportasi seperti jembatan dan jalan merupakan barang milik negara yang menjadi barang publik, karenanya aspek pendanaan menjadi sangat vital dalam penyediaan infrastruktur ini.
“Memang saat ini terdapat beberapa bentuk skema pendanaan yang dapat dilakukan baik melalui pendanaan langsung dari APBN nasional maupun melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),” ujarnya.
Mailinda menyebut terdapat beberapa permasalahan menyangkut proyek infrastruktur diantaranya problem APBN yang terbatas, sementara proyek infrastruktur terus berkembang. APBN, dinilainy kesulitan mengakomodir sesuai kebutuhan pembangunan infrastruktur dan ini berisiko menjadikan proyek mangkrak jika dalam proses pembangunannya APBN terhambat dalam membiayai.
Proyek Strategis Nasional sebagai proyek dan atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau badan usaha memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan PSN ini penting untuk mendukung pemerataan pembangunan.
Keberadaan PSN mendapat dukungan regulasi seperti Peraturan Presiden No. 109/2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan juga Peraturan pemerintah No. 42/2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional. Dengan regulasi tersebut tentunya mendukung PSN mulai dari perencanaan, persiapan proyek, kemudahan transaksi, kontruksi, serta terkait dengan operasi dan maintenance.
Sedangkan dari aspek kelembagaan saat ini terdapat Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) bertanggung jawab langsung kepada presiden untuk mendukung percepatan proyek PSN. Selain itu, terdapat beberapa percepatan dalam hal pengadaan barang dan jasa terkait dengan PSN.
“Hingga 2021 terdapat 128 proyek yang telah selesai dimana 55 di antaranya adalah pembangunan pada sektor transportasi seperti pembangunan jalan tol dan jalan akses, pembangunan bandara, pengadaan kereta dan pembangunan pelabuhan,” ungkap Meilinda.
Dosen Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum UGM, ini mengakui banyak terjadi konflik atau disharmoni peraturan perundangan dalam PSN seperti terkait dengan pendanaan, perbedaan RTRW nasional, provinsi, dan juga daerah, perbedaan RPJMN dan RPJMD kemudian terkait juga izin gangguan. Beberapa hal yang tidak harmoni tersebut tentunya menjadi penghambat dalam implementasi PSN mulai dari masa pra kontruksi sampai dengan operasional.
Hal tersebut, menurut Meilinda, karena pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh lembaga yang berbeda dan dalam kurun waktu yang berbeda. Pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan berganti-ganti baik karena dibatasi oleh masa jabatan, alih tugas atau penggantian.
Di sisi lain pendekatan sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-undangan lebih kuat dibanding pendekatan sistem, serta kurangnya koordinasi terkait proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang melibatkan berbagai instansi dan disiplin hukum. Selain itu, kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Belum adanya cara dan metode yang matang, pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan,” ucapnya.
Beberapa hal tersebut, kata Meilinda, berdampak pada hal yang sangat mendasar dalam implenetasi PSN seperti adanya perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan proyek dan timbul ketidakpastian hukum, serta tidak terlaksananya peraturan perundang-undangan secara efektif dan efisien.
“Untuk itu upaya harmonisasi peraturan perundang-undangan saat ini perlu dilakukan salah satunya dengan melalui koordinasi antara pusat dan daerah,” himbaunya.
Penulis : Agung Nugroho