Universitas Gadjah Mada menandatangani Nota Kesepahaman Kerja Sama Revolusi Mental dalam Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan, Universitas Indonesia, dan Universitas Hasanuddin, Rabu (25/1) di Gedung Pusat UGM.
Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi pemberian dukungan berupa pendampingan, pelatihan, dan pembiayaan bagi peserta didik di universitas mitra dalam rangka melaksanakan program pemerintah di bidang revolusi mental dalam pembangunan manusia dan kebudayaan; optimalisasi tugas dan fungsi perguruan tinggi dalam penyelenggaraan Tridarma Perguruan Tinggi khususnya di bidang revolusi mental dalam pembangunan manusia dan kebudayaan; serta kegiatan lain yang disepakati oleh para pihak.
“Usia produktif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, diprediksi tahun 2045 penduduk Indonesia mencapai 300 juta dengan 70 persen usia produktif. Selalu dikatakan ini adalah bonus demografi, jangan sampai menjadi bencana demografi,” ucap Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., terkait pentingnya revolusi mental untuk pembangunan manusia dan kebudayaan.
Penandatanganan Nota Kesepahaman dilakukan oleh Rektor UGM; Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Prestasi Olah Raga, Didik Suhardi, Ph.D.; Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama LPDP, Andin Hadiyanto Ph.D.; Rektor Universitas Indonesia, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D.; dan Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ir. Jamalauddin Jompa, M.Sc.
Usai penandatanganan Nota Kesepahaman, Didik Suhardi menyampaikan pidato kunci yang dilanjutkan dengan Seminar Transformasi Kebijakan Perlindungan Sosial yang sekaligus menjadi kick off kolaborasi gerakan revolusi mental. Ia menyampaikan bahwa stunting dan kemiskinan ekstrem merupakan masalah penting yang harus diselesaikan bersama.
“Pemerintah sudah melakukan banyak program, perlu kita selaraskan dan kita kembangkan agar kebijakan yang satu dengan yang lain bisa saling berkolaborasi,” kata Didik.
Upaya penurunan stunting dan kemiskinan, ujarnya, harus sejalan dengan pemberdayaan masyarakat. Ia berharap seminar ini dapat menghasilkan rekomendasi strategis yang nantinya bisa menjadi sebuah kebijakan.
“Etos kerja, integritas, dan gotong royong ditingkatkan. Indonesia emas tahun 2045 jangan sampai hanya menjadi sekadar cita-cita,” imbuhnya.
Pada seminar ini peneliti Australian National University, Prof. John McCarthy, memaparkan temuan riset yang berjudul The Paradox of Agrarian Change. Paparan ini kemudian ditanggapi oleh tiga akademisi lainnya, yaitu Tony Arjuna, S.Gz., M.Nut.Diet., AN., APD., Ph.D. (FKKMK UGM), Prof. Semiarto Aji Purwanto (Dekan FISIP UI), dan Dr. Phil. Sukri Tamma, M.Si (Dekan FISIP Unhas).