Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Sumberdaya Geologi, BRIN, Ir. Chusni Ansori, M.T., dinyatakan lulus program doktor Teknik Geologi UGM. Ia dinyatakan lulus setelah berhasil menjalani ujian terbuka di Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM, Jumat (27/1).
Di hadapan tim penguji, ia berhasil mempertahankan disertasi berjudul Analisis Faktor Litologi dan Bentanglahan Terhadap Sebaran Keragaman Situs Budaya Megalitikum –Kolonial, Pada Kawasan Taman Bumi (Geoprak) Karangsambung – Karangbolong Dan Sekitarnya, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
“Terdapat tiga pilar utama dalam geopark berupa keragaman geologi, biologi dan budaya dengan tujuan untuk konservasi, edukasi dan pengembangan ekonomi secara berkelanjutan. Keanekaragaman biologi dan keragaman budaya ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri namun mempunyai keterkaitan dengan keragaman geologinya,” ujar Chusni Ansori.
Dia menyampaikan sejak 2018 di Kabupaten Kebumen telah terbentuk Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong yang akan dikembangkan menjadi Geopark Global UNESCO. Oleh karena itu, penelitian inter disiplin yang ia lakukan untuk mengetahui pengaruh 7 variabel geologi terhadap sebaran keragaman situs budaya tanjible pada era Megalitikum, Hindu-Budha, Islam dan Kolonial.
Keragaman geologi daerah penelitian, disebutnya, telah menghasilkan keragaman budaya dari Era Megalitikum hingga Kolonial. Pengaruh litologi terhadap pembentukan budaya kawasan pada Era Megalitikum sebesar 2,3 persen, Hidu-Budha 11,3 persen, Islam 2,9 persen, dan Kolonial 2,6 persen.
“Endapan alluvial mempunyai persentase sebaran situs paling banyak pada setiap era. Artefak batuan beku yang bersumber dari Formasi Halang meliputi M1, M2, M3, M4, HB2, HB5, HB7, HB9, dan HB12. Sementara artefak dari Formasi Gabon meliputi M5, M8, M9, M10, HB8, HB11, K32, dan K75. Artefak M6 dari F. Bulukuning. Keramik HB6B, HB6C bersumber dari luar Kebumen. Tembikar atau genten atau bata HB39, K39, K50, K58, I21 dari Formasi Halang,” terangnya.
Ia menyimpulkan pada era Megalitikum warisan budaya lumpang batu yang berfungsi sebagai alat pengolahan pertanian tersebar pada endapan alluvial, disekitar pasir besi, ketinggian < 50 m, kelerengan < 7 %, bentang lahan marine (M), jarak sungai < 750 m, daerah akuifer produktif, dan area yang berkorelasi baik – sangat baik. Pada era Hindu-Buddha sebagian besar berupa tempat atau sarana ibadah berada pada endapan alluvial.
Pada era Islam makam atau makom berada pada endapan alluvial. Sedangkan pada era Kolonial situs yang berfungsi untuk ekonomi, pemerintahan, sekolahan, kesehatan, dan pertahanan mengelompok mengikuti pola sebaran situs pemerintahan di seputar Kebumen, Karanganyar, Gombong, Kutowinangun- Prembun.
Penulis : Agung Nugroho