JOGJA (KU) – Peneliti UGM sedang meneliti seberapa jauh pemanfaatan Atropatena sebagat alat untuk memprediksi gempa bumi jangka pendek. Selama ini, belum ada alat yang dapat memprediksi waktu akan terjadi gempa. Demikian disampaikan salah seorang peneliti Atropena dari UGM Dr. Wahyudi, M.Sc, Rabu (2/6), dalam seminar bulanan PSBA memperingati 4 tahun gempa Jogjakarta.
Wahyudi menjelaskan Atropatena merupakan alat yang dapat merekam variasi medan gravitasi akibat adanya gelombang tektonik yang muncul sebelum terjadi gempa. Untuk saat ini, baru tiga stasiun yang dipasang di seluruh dunia, salah satunya di Jogjakarta. Selain di Jogja, alat ini sudah dipasang di Baku, Azerbaijan, dan Islamabad, Pakistan.
Wahyudi menerangkan stasiun yang dibangun di Jogjakarta sudah terhubung dengan website. Dengan demikian, dapat diketahui informasi perubahan gelombang tektonik di seluruh dunia setiap waktu. “Stasiun ini bisa mengetahui perubahan gelombang tektonik dalam radius 750 km,†tuturnya. Salah satu metode prediksi gempa dalam sistem kerja Atropatena ini menggunakan metode travel time dari sinyal anomali. Oleh karena itu, kecepatan gelombang sangat berperan dalam menentukan kapan terjadi gempa.
Dosen Jurusan Teknik Fisika UGM ini mengakui Atropatena masih menjadi perdebatan baru di kalangan ilmuwan untuk dapat dimanfaatkan. Kendati begitu, peneliti UGM terus melakukan monitoring terhadap stasiun yang dibangun di Jogjakarta. “Atropatena memang baru sebagai wacana baru di kalangan ilmuwan untuk memprediksi terjadinya gempa bumi. Memang para ilmuwan masih belum percaya dengan alat ini karena belum terbukti,†tambahnya.
Kendati belum terbukti dapat digunakan untuk memastikan kapan terjadi gempa, tetapi menurut Wahyudi, pelaksanaan riset Atropatena ini memiliki peluang untuk dikembangkan lebih lanjut agar nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat. (Humas UGM/Gusti Grehenson)